RAMALLAH, (Panjimas.com) – Otoritas Palestina (PA), Sabtu (16/12) menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menerima perubahan apapun, terutama mengenai status perbatasan Yerusalem Timur berdasarkan ketetapan tahun 1967.
Seorang pejabat A.S. Jumat (15/12) lalu mengatakan bahwa Washington mengharapkan bahwa wilayah Tembok Barat di Kota Tua Yerusalem akan menjadi bagian dari Israel.
“Posisi ini menegaskan sekali lagi bahwa pemerintahan A.S. saat ini telah benar-benar berada di luar proses perdamaian,” pungkas juru bicara Palestinian Authorithy (PA) Nabil Abu Rudeina dalam pernyataannya sebagaimana dikutip oleh kantor berita resmi Palestina, WAFA.
“Kebijakan A.S. ini berjalan menentang legitimasi internasional dan malah mengkonsolidasikan pendudukan [Israel],” ujar Abu Rudeina.
Meskipun mendapat perlawanan dunia internasional, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Rabu (06/12) di ruang resepsi diplomatik Gedung Putih tetap bersikukuh mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Menurut Trump, Departemen Luar Negeri A.S. telah memulai persiapan untuk memindahkan Kedutaan Israel Washington dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pergeseran dramatis dalam kebijakan A.S. ini segera memicu gelombang aksi demonstrasi “Day of Rage” di wilayah Palestina, bahkan di berbagai negara seperti Turki, Mesir, Yordania, Aljazair, Irak, Indonesia dan di negara-negara Muslim lainnya.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.
Pada bulan April, Rusia mengumumkan pengakuannya atas Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel, yang mengungkapkan harapan bahwa separuh bagian timur kota Yerusalem pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibukota Palestina
Khususnya, dalam pengumumannya pekan lalu, Trump menekankan bahwa pemerintahannya belum mengambil posisi mengenai “batas-batas spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem”.[IZ]