JAKARTA (Panjimas.com) – Pagi ini, Kamis (14/12), Politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Mappetahang Fatwa atau yang dikenal dengan AM Fatwa dikabarkan meninggal dunia. Anggota Dewan Perwakilan Daerah itu wafat pada usia 78 tahun di di Rumah Sakit MMC Jakarta pukul 06.25 WIB.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah berpulang ke rahmatullah Bapak Dr. AM Fatwa, Kamis (14/12), Mohon keikhlasannya dan maafnya atas segala dosa dan salahnya.” Demikian kabar yang diterima dari putri AM Fatwa, Dian Islamiaty Fatwa.
“Telah meninggal dunia ayahanda AM Fatwa pukul 06.25 AM di Rumah Sakit MMC. Mohon dibukakan pintu maaf dan mudah-mudahan Ayah mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT,” kata Dian, Kamis pagi.
Hingga saat ini jenazah AM Fatwa masih berada di RS MMC Jakarta. Namun, pihak keluarga akan membawa jenazah ke rumah duka di Jalan Condet Pejaten, Komplek Bappenas, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (belakang harian Republika).
Menurut orang terdekat, AM Fatwa wafat dikarenakan sakit kanker hati. Bahkan almarhum sempat divonis dokter usianya tinggal 5 bulan lagi. Kabarnya almarhum yang lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 12 Februari 1939 ini akan dishalatkan di rumah duka ba’da zuhur dan dimakamkan di pemakaman Kalibata.
Semasa hidupnya, AM Fatwa adalah seorang pendiri dan Deklarator Partai Amanat Nasional (PAN). Saat menjadi wakil rakyat, AM Fatwa pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Reformasi, anggota DPR dari PAN (Partai Amanat Nasional) periode 2004-2009.
Beliau juga pernah bekerja sebagai Dosen Agama Islam Universitas Prof.Dr. Mustopo (Beragama), Jakarta (1964-1965 ), Kepala Sub Direktorat Pembinaan Masyarakat Direktorat Politik Pemda DKI Jakarta Staf Khusus Agama dan Politik Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1970-1977); Staf Khusus Menteri Agama (Tarmizi Taher) (1996- 998).
AM Fatwa pernah meraih penghargaan Well Performed Men and Women of the Year 2003 Award dari Indonesia Lestari Foundation (2003); Piagam Adat Keratuan Paksi Pak Skala Brak (Kerajaan Tua di Lampung) dengan Gelar Tumenggung Alip Jaya (2003); Lencana Kehormatan Radyolaksono dan Nama Notohadinagoro dari Pakubuwono XII (2003); Gelar Kanjeng Pangeran (KP) dari Surakarta Hadiningrat (2003); Penulis Pledoi Terpanjang di Pengadilan (1118 Halaman) dari Museum Rekor Indonesia (MURI) (2004), dan Legislator Paling Produktif Menulis Buku dari MURI (2004).
Diantara buku yang ditulisnya adalah berjudul “Dulu Demi Revolusi, Kini Demi Pembangunan: Eksepsi di Pengadilan”(1985); Demi Sebuah Rezim, Demokrasi dan Keyakinan Beragama Diadili (Ringkasan Pembelaan di Pengadilan) (1986); Saya Menghayati dan Mengamalkan Pancasila Justru Saya Seorang Muslim: Skripsi Pembebasan dari Penjara (1994); Islam dan Negara (1995); Menggugat dari Bilik Penjara: Surat-Surat Politik AM Fatwa (1995); Dari Mimbar Ke Penjara (1999); Satu Islam Multipartai (1999);
Buku lainnya adalah: Pengendalian HAM Ad Hoc Tanjung Priok: Pengungkapan Kebenaran Untuk Rekonsiliasi Nasional (2005); Menghadirkan Moderatisme Melawan Terorisme (2006); Khutbah-Khutbah Politik A.M. Fatwa di Masa Orde Baru (2007); Satu Dasawarsa Reformasi: Harapan dan Kenyataan (2008) dan masih banyak lagi. (des)