BRUSSELS, (Panjimas.com) – Ratusan pengunjuk rasa menghadang kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke ibukota Brussels, Belgia, yang hendak bertemu dengan para pejabat tinggi Uni Eropa, Senin (11/12).
Aksi demonstrasi yang diikuti paling tidak 200 orang itu, berpusat di luar Markas Uni Eropa, Schuman Square di Brussels, sepeti dilansir Anadolu.
Ratusan warga Brussels itu mengibarkan bendera-bendera Palestina dan membentangkan spanduk-spanduk dukungan aksi boikot terhadap Israel.
Mereka juga mengutuk keras tindak “kejahatan perang” Israel.
Kunjungan resmi PM Israel Benjamin Netanyahu ke Uni Eropa dilakukan setelah pengakuan A.S. atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Sebelumnya, Netanyahu bertemu dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini dan Menteri-Menteri Luar Negeri negara-negara anggota Uni Eropa.
Netanyahu mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan Eropa untuk segera mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, sementara itu Mogherini mengatakan “solusi realistis” terhadap konflik Israel-Palestina hanya didasarkan pada kesepakatan dua negara.
Mogherini mengatakan bahwa Yerusalem harus diakui sebagai ibukota Israel dan ibukota Palestina menurut perbatasan tahun 1967.
Netanyahu juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Komisi Uni Eropa Jean-Claude Juncker pada hari Senin, namun kunjungan tersebut dibatalkan. Para pejabat Uni Eropa menolak untuk mengomentari pembatalan tersebut.
Meskipun mendapat perlawanan dunia internasional, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Rabu (06/12) di ruang resepsi diplomatik Gedung Putih tetap bersikukh mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Menurut Trump, Departemen Luar Negeri A.S. telah memulai persiapan untuk memindahkan Kedutaan Israel Washington dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Pergeseran dramatis dalam kebijakan A.S. ini segera memicu gelombang aksi demonstrasi “Day of Rage” di wilayah Palestina, bahkan di berbagai negara seperti Turki, Mesir, Yordania, Aljazair, Irak, Indonesia dan di negara-negara Muslim lainnya.
Pengumuman Trump tersebut juga memicu kecaman keras dari seluruh dunia, termasuk Uni-Afrika, Uni Eropa, Negera Amerika Latin dan PBB.
Selama masa kampanye Pilpres AS lalu, Donald Trump berjanji untuk memindahkan Kedutaan A.S. dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan sejak Rabu (06/12) janji itu diwujudkan Trump melalui pernyataanya di ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.[IZ]