JAKARTA, (Panjimas.com) – Kasus dugaan persekusi dan inotoleransi terhadap tokoh agama kembali terjadi. kali ini menimpa Ustadz Abdul Somad (UAS) di Bali.Pengusiran dan penolakan terhadap UAS dilakukan dengan kekerasan oleh sekelompok orang, ketika UAS memenuhi undangan peringatan Maulid Nabi oleh komunitas Muslim di Bali.
“Kepolisian Negara harus menjelaskan ke publik tentang dugaan kasus persekusi dan tindakan intoleran itu demi terpenuhinya hak publik untuk tahu tentang kebenaran informasi itu (rights to know).” Ungkap Dr Maneger Nasution, Direktur Pusdikham Uhamka Senin, (11/12).
Dunia kemanusiaan sangat menyesalkan peristiwa itu. Hal itu mengancam hak-hak konstitusional warga negara serta mengancam masa depan demokrasi dan integrasi nasional.
Bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal serta meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah NKRI sesuai Pasal 27 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.
Bahwa hak atas kebebasan beragama adalah hak konstitusional warga negara (Pasal 28E ayat (1) dan 29 UUDNRI tahun 1945, dan pasal 22 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM).
“Bahwa UAS dan seluruh warga negara di seluruh teritori NKRI, termasuk di Bali, memiliki hak atas kebebasan beragama, memasuki/meninggalkan suatu daerah, rasa aman adalah konstitusional warga negara dan negara terutama pemerintah wajib hukumnya hadir memenuhi hak konstitusional warga negara itu (pasal 28G UUD1945, dan pasal 9 ayat (2) UU No.39 tahun 1999 tentang HAM).” Tambahnya.
Sekiranya ada perbedaan pandangan antara satu pihak dengan pihak lainnya, masih tersedia mekanisme lain yang lebih elegan, efektif, dan berkeadaban untuk menyampaikan aspirasi atas suatu perbedaan pandangan dengan mengedepankan dialog.
Kalau pun akhirnya dialog tidak terwujud, sebaiknya tetap menggunakan saluran aspirasi atas perbedaan pandangan dilakukan sesuai mekanisme hukum yang tersedia. Jauhi tindakan main hakim sendiri.
Maneger Nasution menambahkan, tindakan main hakim sendiri (elgenrechting) di samping sangat tidak elok, tidak berkeadaban, juga tidak menyelesaikan masalah, tapi justru memproduksi kekerasan-kekerasan baru.
Sejatinya negara hadir khususnya kepolisian negara untuk menginvestigasi peristiwa itu. Pihak kepolisian negara harus memproses pelaku dan aktor intelektualnya secara profesional, independen, berkeadilan, transparan, dan tidak diskriminatif sesuai dengan hukum yang berlaku. Negara tidak boleh kalah dengan kelompok intoleran. Negara tudak boleh membiarkan impunitas.
Negara juga harus menjamin dan memastikan bahwa kasus dugaan persekusi dan intoleran ini tidak dieksportasi oleh pihak tidak bertanggung jawab ke daerah lain, demi keutuhan NKRI. [RN]