JAKARTA (Panjimas.com) – Insiden penolakan Ustadz Abdul Somad saat memenuhi undangan di Denpasar, Bali menyita perhatian umat Islam. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyayangkan insiden itu dan menyebutnya sebagai tindakan persekusi yang melanggar HAM dan konstitusi. (Baca: MUI Pusat: Persekusi Ustadz Abdul Somad di Bali Bisa Picu Kesalahpahaman Parah)
Lantas, bagaimana insiden penolakan itu terjadi? Berikut ini tulisan rilis resmi yang mengungkapkan kronologi sekaligus klarifikasi resmi dari Ustadz Abdul Somad yang diterima redaksi Panjimas.com, Ahad (10/12/2017).
KRONOLOGI & KLARIFIKASI RESMI USTADZ ABDUL SOMAD
1. Kamis, 7 Desember 2017.
Saya mendapat berita di group WA bahwa KRB (Komponen Rakyat Bali) menetapkan syarat bahwa saya diterima di Bali jika mau berikrar di Rumah Kebangsaan.
Saya menolak karena:
A. Saya bukan pemberontak.
B. Saya tidak terdaftar di Ormas terlarang.
C. Saya mendapat beasiswa Mesir-Indonesia tahun 1998 setelah lulus Pancasila dan P4.
Saya lulus tes PNS 2008 karena bukan anti Pancasila. Sampai sekarang mengajarkan cinta kebangsaan dari kampus sampai desa terpencil (gambar terlampir).
2. Kamis, jam: 22.15
Saya WA Ketua Panitia:
“Pak, kalau mereka tetap meminta saya ikrar kebangsaan. Saya tidak hadir.”
Pak Ketua Panitia menjawab:
“Kita masih dialog dengan Polda.”
3. Jumat, 8 Desember 2017
Jam: 00.15 saya WA ketua Panitia:
“Bagaimana pak, sudah ada keputusan?”
Jam 04:17
WA Ketua Panitia masuk:
“Kami koordinasikan ke berbagai pihak, tafadhdhol ustadz untuk berangkat…”.
Saya fahami dari WA ini bahwa masalah Clear.
4. Jumat, 8 Desember 2017 jam: 13.00
Kami sudah menunggu pak Nadlah di airport Denpasar Bali. Kami dibawa ke hotel Aston, makan dan istirahat.
5. Jumat, 8 Desember 2017 jam 16:00
Saya dibangunkan. Saya curiga akan disidang. Saya minta tim beli tiket, “Kita pulang, karena ini di luar kesepakatan. Kelihatannya kita dijebak.”
Saya dibawa ke salah satu ruang di hotel Aston. Di sana sudah menunggu sekitar 10-15 orang. Mereka meminta saya berikrar.
Saya klarifikasi bahwa semua yang dituduhkan ke diri saya adalah fitnah. Karena saya menolak berikrar mereka melontarkan kata-kata tidak layak:
“Ngeles!” “Seperti PKI”, “Panitia mendatangkan ustadz otak SD”, “Pulangkan saja!”, dll.
Saya memilih pulang. Saya kembali ke kamar hotel untuk siap-siap pulang ke airport.
6. Jum’at, 8 Desember 2017 sekitar pukul 17:00
Ketua PWNU Bali yang dari awal mendampingi menangis memikirkan apa yang akan terjadi kalau saya pulang. Dari pihak Aston menyampaikan bahwa situasi tidak terkendali, hotel tidak bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Seorang bapak polisi masuk menyampaikan ada jalan belakang hotel menuju mobil jika ingin meninggalkan hotel karena pintu depan tidak terkendali.
Kapolres dan Dandim masuk. Meminta agar mempertimbangkan, selamatkan ummat. Di masjid An-Nur ada 5000an jamaah yang siap datang ke Aston. Di Aston memanas. Suasana mencekam.
7. Jum’at, 8 Desember 2017, sekitar pukul 18:00
Bismillah. Saya dan semua yang ada di kamar menuju ruangan mediasi awal. Pak Kapolres memberikan sambutan singkat.
Gus Yadi membawa bendera, dicium semua yang ada di ruangan. Keluar ruangan menuju loby hotel. Pengunjuk rasa bergemuruh.
Pengawalan ketat. Pengunjuk rasa tetap berteriak:
“Nyanyikan dari hati. Jangan di mulut saja!” Menyanyikan Indonesia Raya.
Saat bersalaman mereka menarik dan mencengkeram kuat tangan saya. Usai, kembali ke kamar.
8. Jum’at, 8 Desember 2017 selepas Isya
Menuju masjid An-Nur. Ceramah 100 menit, jamaah antusias. Kembali ke hotel.
TvOne minta livecall jam 22.00 WIB.
Saya sampaikan untuk menenangkan Netizen yang heboh:
“Saya dalam keadaan aman. Sudah tabligh akbar. Sudah di hotel”.
9. Sabtu, 9 Desember 2017
Kajian shubuh di masjid Baiturrahmah berjalan lancar. Sehari penuh istirahat dan menyambut tamu-tamu dan jamaah di hotel.
Menjelang maghrib hadir PWNU, Muhammadiyah, MUI Bali, GNPF dll.
Ba’da Isya ke Masjid Baiturrahmah Tabligh Akbar terakhir.
10. Ahad, 10 Desember 2017
Selepas shalat shubuh menuju airport didampingi MUI, GNPF dan kepolisian menuju airport.
11. Mereka masih memunculkan berita-berita di Medsos bahwa saya menolak ikrar karena benar anti NKRI.
12. Jamaah tersakiti karena mereka menuduh saya tidak berani pulang karena sudah termakan honor.
Saya sampaikan ini fitnah. Semua honor di Bali sudah saya kembalikan ke Ketua Panitia. Kami orang Riau walau tidak kaya masih tumbuh sebatang dua batang pokok sawit yang menghantarkan kami ke Cairo tahun 1998 saat $1 Dolar Rp.20.000.- karena ongkos dibebankan ke siswa.
13. Harap diambil tindakan hukum terhadap mereka yang sudah merusak kebinekaan yang terjaga di Bali selama ini.
Hadirnya Raja Bali DR. Ida Cokorde Pemecutan XI dan beberapa tokoh Hindu pada Tabligh Akbar tadi malam membuktikan bahwa para provokator ini tidak mewakili rakyat Bali.
14. Agar muslim Bali membentuk Aliansi Muslim Bali untuk menjaga interen dan eksteren tetap menjaga kerukunan dengan saudara Hindu Bali untuk mengantisipasi para provokator yang dapat merusak kerukunan di masa akan datang.
15. NKRI Harga Mati
الله اكبر
[AW]