GAZA, (Panjimas.com) – Hamas menegaskan keputusan pemerintah A.S. untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel sebagai “upaya untuk melegitimasi terorisme Zionis”.
Presiden A.S. Donald Trump Rabu (06/12) lalu mengumumkan keputusan tersebut meski mendapat tentangan luas dari seluruh penjuru kawasan Timur Tengah.
Saat berbicara melalui saluran televisi Al-Aqsa, juru bicara Hamas Fawzi Barhoum mengatakan bahwa tindakan pemerintahan Trump tersebut “merupakan serangan terhadap negara-negara Arab dan Muslim, dilansir dari Anadolu.
Barhoum kemudian menyerukan “strategi nasional” Palestina yang bertujuan untuk melindungi hak-hak rakyat Palestina.
Dalam perkembangan terkait, faksi-faksi Palestina di Tepi Barat menyerukan digelarnya pementasan “hari kemarahan” [Day of Rage] pada hari Kamis (08/12) untuk memprotes keputusan A.S itu.
Dalam pernyataannya, “Palestinian National and Islamic Forces”, Pasukan Islam dan Nasional Palestina, sebuah koalisi persatuan faksi-faksi Palestina, menyerukan pemogokan umum dan demonstrasi rakyat yang akan diadakan di Tepi Barat.
Hamas menyatakan bahwa langkah A.S. tersebut “akan memberikan perlindungan kepada Israel untuk melanjutkan Yahudisasi Yerusalem dan pengusiran rakyat Palestina dari kota”.
Hamas menyerukan kepada negara-negara Arab dan negara-negara Islam untuk menghentikan keputusan pengakuan AS tersebut.
Selama masa kampanye Pilpres AS lalu, Donald Trump berjanji untuk memindahkan Kedutaan A.S. dari Tel Aviv ke Yerusalem, dan sejak Rabu (06/12) janji itu diwujudkan Trump melalui pernyataanya di ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih.
Yerusalem hingga kini tetap menjadi inti konflik Israel-Palestina selama beberapa dekade, sementara rakyat Palestina tetap memperjuangkan Yerusalem Timur yang diduduki Israel sebagai ibu kota negaranya.[IZ]