JAKARTA (Panjimas.com) – Buntut ditangkapnya Abraham Ben Moses (52), terkait kasus ujaran kebencian berbau Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) melalui media sosial Facebook oleh pihak Tim Siber Bareskrim Polri menjadikan suatu hal yang menggembirakan dan melegakan bagi kaum muslimin saat ini. Khususnya para netizen yang mengamati aktivitas yang terjadi di media sosial saat ini
Betapa tidak, selama ini tindakan yang bersangkutan sudah meresahkan bagi masyarakat Muslimin dengan beredarnya kasus video viralnya saat berada di kendaraan angkutan khusus online yang menjadi ramai dibicarakan di media sosial pada berapa waktu lalu itu.
Terkait ditangkapnya pendeta yang menghina agama Islam itu, kemudian Panjimas mewancarai Sekjen Komnas Anti Pemurtadan, Ustadz Bernard Abdul Jabbar terkait hal itu. Ustadz Bernard mengapresiasi dan memberi penghargaan tinggi kepada pihak kepolisian itu. (Baca: Saifuddin Ibrahim Sang Penghina Islam Akhirnya Diringkus)
“Syukur alhamdulillah, dengan ditangkapnya penyebar kebencian dan pelaku pemurtadan ini menandakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan apapun juga untuk mengajak orang yang sudah ber agama ke agama lain adalah perbuatan melanggar hukum dan ini harus di proses sesuai dengan koridor hukum yang berlaku,” ujar Ustadz Bernard. (Baca: [Video Heboh] Ustadz Murtad, Anak Menggugat!)
Masih menurut ustadz Bernard, sebagaimana yang dilakukan oleh pendeta murtadin Saifuddin Ibrahim terhadap sopir taksi online yang Muslim agar murtad, lalu mengajak masuk Kristen, telah menodai Undang Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) UUD 1945:
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Begitu juga dengan, Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tata cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia, pada Bab III tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama, Pasal 3 berbunyi:
“Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesama umat beragama serta dengan dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/menganut dengan melakukan ibadat menurut agamanya.”
Kemudian, Pasal 4 berisi:
“Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain dengan cara:
- Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, uang, pakaian, makanan dan atau minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentuk-bentuk pemberian apapun lainnya agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain berpindah dan memeluk/menganut agama yang disiarkan tersebut.
- Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, dan bentuk-bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain.
- Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telah memeluk/menganut agama yang lain.”
Apalagi pemurtadan yang ditujukan kepada orang yang telah beragaman itu, dilakukan dengan menyinggung SARA. Maka, hal itu telah melanggar Pasal 157 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan penduduk Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjad itetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
Menurut Ustadz Bernard, pendeta Abraham Ben Moses alias Saifuddin Ibrahim telah berkali-kali melakukan propaganda yang menodai Islam dalam berbagai video ceramahnya.
“Bahkan sikapnya yang mengancam itu sudah melanggar Undang Undang (UU) dan seharusnya dirinya sudah ditangkap dan hal ini bukan untuk yang pertama tapi kesekian kalinya dilalukan oleh yang bersangkutan. Maka harus diberikan efek jera agar dia kapok,” imbuhnya.
Bahkan, Komisi Nasional Anti Pemurtadan (KNAP) sudah melaporkan kasusnya yang ada di Bitung, Sulawesi Utara pada berapa waktu lalu. Namun, baru kemarin pendeta murtadin itu kena batunya dan diciduk polisi. [ES]