WASHINGTON, (Panjimas.com) – Mahkamah Agung A.S. Senin (04/12) lalu telah memberikan izin penerapan penuh versi terbaru kebijakan larangan pemerintahan Trump atas warga negara tertentu termasuk 6 negara muslim untuk memasuki wilayah AS.
Hakim Agung memutuskan bahwa kebijakan tersebut dapat sepenuhnya diberlakukan bahkan walaupuun ada gugatan hukum yang terus berlanjut di pengadilan dibawahnya.
Larangan tersebut menerapkan berbagai batasan visa untuk warga negara dari 6 negara berpenduduk mayoritas Muslim – Chad, Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman – juga dari Venezuela dan Korea Utara, dikutip dari AA.
Donald Trump telah mengeluarkan 3 versi larangan kontroversial sejak disumpah sebagai Presiden AS karena dua versi larangan sebelumnya dinilai terlalu membatasi gerak warga negara asing yang termasuk dalam daftar larangan.
Pada bulan Juni, pengadilan tinggi AS mengizinkan bagian-bagian tertentu dari kebijakan larangan dan pembatasan visa tersebut diberlakukan, akan tetapi larangan harus dibatalkan saat mereka dapat mengklaim secara kredibel hubungan bonafide dengan seseorang atau entitas di A.S.
9th U.S. Circuit Court of Appeals, Pengadilan Banding Sirkuit A.S. ke 9 di San Francisco dan 4th U.S. Circuit Court of Appeals in Richmond, Virginia, Pengadilan Tinggi Sirkuit A.S. ke-4 di Richmond, Virginia akan mengadakan diskusi mengenai legalitas pelarangan tersebut pekan ini.
Keputusan Mahkamah Agung AS tersebur nampaknya merupakan kemenangan besar bagi pemerintahan Trump setelah undang-undang pajak yang telah lama dikehendakinya disahkan di Senat pada hari Sabtu (02/12).
Dalam pernyataannya Juni lalu, juru bicara Departemen Kehakiman AS, Sarah Isgur Flores mengatakan bahwa “pemerintah yakin bahwa perintah eksekutif Presiden Trump berada dalam kewenangannya yang sah untuk menjaga agar negara tetap aman dan melindungi masyarakat kita dari terorisme.
“Presiden tidak diharuskan untuk mengakui orang-orang dari negara-negara yang mensponsori atau melindungi terorisme, sampai dia menentukan bahwa mereka dapat diperiksa dengan benar dan tidak menimbulkan risiko keamanan ke Amerika Serikat”, imbuhnya, dikutip dari World Bulletin.
Pada bulan Januari, Trump menandatangani sebuah perintah eksekutif yang menghalangi masuknya warga dari Irak, Somalia, Iran, Suriah, Sudan, Libya dan Yaman. Namun, perintah eksekutif ini dianulir oleh putusan hukum di negara bagian Washington dan Minnesota.
Perintah eksekutif ini mengalami perubahan – misalnya mennghapuskan Irak dari daftar dan mengusulkan penghentian visa 90 hari untuk warga dari enam negara lainnya, dan juga dihentikannya selama jangka 120 hari untuk masuknya pengungsi – akan tetapi kebijakan Trump ini dianulir oleh Pengadilan di Maryland.
Seorang Hakim Federal di Hawaii juga memihak kubu yang menentang larangan Trump tersebut.
Pada tanggal 25 Mei, sebuah Pengadilan Banding Federal di Virginia menolak untuk mencabut pemblokiran kebijakan itu sementara waktu, dengan mengatakan bahwa perintah Trump “diterbitkan atas dasar intoleransi, penganiayaan dan diskriminasi agama”.
Serikat Kebebasan Sipil Amerika mengatakan melalui akun Twitter, “Kami telah mengalahkan larangan kebencian ini dan siap untuk melakukannya lagi.”
Mahkamah Agung mengisi lowongan 14 bulan pada bulan April saat Neil Gorsuch dikonfirmasi oleh Senat.
Pengadilan Tertinggi A.S. sekarang memiliki 5 Hakim konservatif dan 4 Hakim liberal di bangku cadangan namun keputusannya tidak mungkin berlawanan sepanjang garis partai dalam kasus kompleks yang melibatkan perdebatan seputar kekuasaan cabang eksekutif dan kebebasan beragama ini.
Sebelumnya Mei, Pengadilan Banding Federal di negara bagian Virginia, AS mengumumkan Kamis (25/05) bahwa pihaknya tidak akan mengembalikan lagi larangan Muslim Presiden Donald Trump karena itu kebijakan itu didasari dalih diskriminasi agama.
Keputusan Pengadilan Banding Fourth Circuit Court of Appeals menandai sebuah hadangan hukum baru terhadap pemerintahan Trump yang merevisi larangan tersebut setelah pengadilan banding menghalangi penerapan perintah eksekutif asli Trump pada bulan Januari lalu, dikutip dari AA.
Perintah ekskutif tersebut, merupakan sebuah “versi perubahan pertama dari kebijakan yang pertama” demikian pengakuan Trump, Ia akan menghentikan ijin visa baru yang dikeluarkan untuk penduduk Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman setidaknya selama 90 hari.
Kali ini, perintah eksekutifnya mengecualikan Irak, yang sebelumnya terdaftar dalam versi asli yang ditandatangani satu pekan setelah masa awal kepresidenan Trump.
Buntut putusan pengadilan banding Ini juga menangguhkan program pengungsi bangsa selama 120 hari.
Pemerintah Trump telah berjanji akan melakukan upaya pertarungan hukum.[IZ]