KAIRO, (Panjimas.com) – Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi Rabu (29/11) memerintahkan personil tentara dan polisi Mesir untuk menggunakan “kekuatan penuh jikalau perlu dengan kekerasan brutal” untuk memulihkan keamanan di wilayah Semenanjung Sinai yang bergolak dalam jangka tiga bulan ke depan.
As-Sisi menegaskan intruksinya kepada jajaran keamann beberapa hari setelah serangan militan mematikan di luar Masjid di kota Bir al-Abed di Sinai Utara usai Sholat Jumat di wilayah Semenanjung Sinai Utara menewaskan paling tidak 309 jiwa dan melukai ratusan korban lainnya, dikutip dari AA.
Rabu (29/11) lalu, Abdel Fattah al-Sisi mendesak Kepala Staf Militer dan Menteri Dalam Negeri untuk menggunakan semua kekuatan kasar yang diperlukan untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di Sinai dalam waktu tiga bulan kedepan.
Menurut Direktorat Kesehatan Sinai Utara, diantara ratusan korban tersebut termasuk diantaranya anak-anak.
Pada hari Jumat (24/11), pelaku mengebom area dekat Masjid di kota Bir al-Abed di Sinai Utara usai Sholat Jumat sebelum kemudian melepaskan tembakan ke arah para jamaah yang melarikan diri.
Sekitar 27 anak-anak termasuk di antara korban sementara 128 orang mengalami luka-luka akibat serangan brutal tersebut, menurut pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mesir, Sabtu (25/11).
Pihak berwenang Mesir pada awalnya menyebutkan total korban tewas pada angka 305 jiwa, sehingga serangan teror Sinai Utara tersebut merupakan serangan paling mematikan dalam sejarah modern Mesir.
Meskipun belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, namun sebagian besar pihak mempersalahkan serangan itu terhadap kelompok militan yang terafiliasi dengan Islamic State (IS) di Sinai.
Sinai tetap menjadi pusat pemberontakan kelompok militan sejak pertengahan 2013, ketika Mohamed Morsi – presiden pertama yang dipilih secara bebas oleh Presiden dan pemimpin Ikhwanul Muslimin – digulingkan dalam sebuah kudeta militer.
Sejak saat itu, ratusan personil keamanan Mesir tewas dalam serangan-serangan militan di semenanjung yang bergejolak.
Pasukan keamanan Mesir, sementara itu, terus melakukan kampanye sengit – melibatkan unsur-unsur polisi dan tentara – melawan apa yang mereka gambarkan sebagai “kelompok teroris” Sinai.
Situasi kekacauan sebagian besar terjadi di Semenanjung Sinai Utara, namun serangan sporadis juga terjadi di daratan, termasuk ibukota Kairo.[IZ]