BEKASI, (Panjimas.com) – Pada hari Selasa, (27/11/2017) setelah memeriksa saksi fakta sidang kasus Muhammad Hidayat (kasus aksi 411) diskors, pihak Majelis Hakim langsung minta untuk memeriksa terdakwa pada malam itu juga dengan alasan bahwa masa penahanan terdakwa akan berakhir. Bukan itu saja, bahkan pada akhir persidangan tanggal 28 November 2017 itu juga meminta Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan tuntutan Pada hari kamis tanggal 30 November 2017 (2 hari setelah persidangan pada tanggal 28 November 2017).
Hal ini tentu saja membuat keberatan dari pihak Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Muhammad Hidayat. Aksi Walk Out (keluar ruangan sidang) pun dilakukan oleh puluhan Penasihat Hukum dari Muhammad Hidayat tersebut.
Melalui ketuanya, Abdullah Al Katiri SH, M.BA menyampaikan kepada Panjimas pada Rabu (29/11) bahwa Penasihat Hukum berpendapat disana jelas Hakim bertindak semena-mena dan berlaku tidak adil atas persidangan sehingga mengabaikan hak-hak terdakwa untuk menghadirkan Ahli yang meringankan untuk memenuhi ketentuan pasal 184 KUHAP khususnya keterangan Ahli dan saksi yang meringankan.
“Bahwa proses persidangan tidak ada hubungan dengan masa berlakunya penahanan dan dalam menghindari dalam berakhirnya masa penahanan, Hakim rela mempertaruhkan nasib seseorang warga negara yang sedang mencari keadilan dan belum tentu bersalah dalam perkara ini,” ujar Al Katiri.
Penasihat Hukum juga mengatakan bahwa sejak semula sudah nampak keberpihakan majelis hakim dengan tindakan-tindakan yang nyata-nyata merugikan dan menyudutkan terdakwa dengan cara selalu menganulir setiap jawaban dari saksi yang meringankan terdakwa dengan bertanya ulang sesuatu yang sudah jelas atas pertanyaan PH ,agar saksi merubah apa yang sudah di sampaikan sebelumnya.
“Oleh karena tindakan majelis hakim tersebutlah kami selaku Penasihat Hukum mengajukan surat pengaduan kepada Komisi Yudisial (KY). Badan Penwas Mahkamah Agung (MA) agar mengawasi dan mengawal sidang tersebut (Surat Permohonan terlampir),” kata Al Katiri.
Dengan tidak diberikannya waktu PH untuk melanjutkan persidangan demi tegak keadilan dan perlindungan Hak Azazi Manusia majelis hakim jelas-jelas melanggar UU dalam hal ini KUHAP, khusus pasal 26 ayat 4 yang jelas-jelas berbunyi ” setelah waktu 90 hari walaupun perkara tersebut belum diputus terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum” dan tidak memberi kesempatan selaku Penasihat Hukum Terdakwa memenuhi alat bukti yang di atur di dlaam pasal 184 KUHAP khususnya menghadirkan ahli yang meringankan.
“Majelis hakim mempertaruhkan nasib seorang warga negara yang belum tentu bersalah, yang mencari keadilan hanya untuk mengejar waktu berakhirnya masa penahanan, Dalam hal ini jelas-jelas juga merupakan pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) yang sangat serius,” pungkasnya. [ES]