BEKASI, (Panjimas.com) – Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, Ikatan Keluarga Abiturien Attaqwa (IKAA) menggelar Seminar Nasional dengan mengusung tema “KH. Noer Alie & Resolusi Rakyat Bekasi 1950” di Pesantren Attaqwa Putra, Ujung Harapan, Bekasi.
“Seminar ini untuk memperingati hari pahlawan,” kata Pimpinan Umum Yayasan Attaqwa, KH. Mohammad Amin Noer, di Pesantren Attaqwa Putra, Ujung Harapan, Bekasi, Senin (27/11/2017).
Menurutnya, sejarah tidak boleh dilupakan. Karena, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menghormati para pahlawan. “Jas merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah,” lanjutnya.
Hal serupa disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat IKAA, KH. Syaiful Bahri mengatakan, tujuan mengadakan seminar agar bagaimana kita memahami peran-peran KH. Noer Alie dalam perjuangan terdahulu.
“Jangan sampai sejarah terlupakan, karena bangsa yang besar adalah bangsa yg menghargai pahlawannya, mengenang pahlawannya,” tegas KH. Syaiful Bahri.
Resolusi Rakyat Bekasi 1950
67 tahun berlalu. Tanggal 17 Januari merupakan salah satu tanggal bersejarah bagi masyarakat Bekasi. Setelah beberapa kesempatan melakukan diskusi dan menghasilkan sebuah pemikiran untuk menentang Negara Pasundan dan membubarkan RIS, guna bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Melalui beberapa kali rapat di rumah Hasan Sjahroni dan Marzuki Urmaini di Pasar Bekasi, pada awal Januari 1950 para tokoh masyarakat Bekasi dan Cikarang sepakat untuk membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi. Ketika itu KH. Noer Alie dipilih sebagai ketua dan Marzuki Urmaini sebagai sekretaris. Panitia inipun didukung penuh para pemimpin rakyat Bekasi dan Cikarang seperti R. Supardi, Madmuin Hasibuan, Namin, Taminudin, Marzuki Hidayat, Nurhasan Ibnuhajar, dan Hasan Sjahroni.
Melalui panitia inilah rakyat Bekasi dan Cikarang mengajukan resolusi bahwa mereka tidak mengakui lurah-lurah dan Negara Pasundan, bahkan mereka bersedia membayar utangnya achterstand yang 2 tahun, bila Bekasi dan Cikarang dikembalikan kepada pemerintah Republik Indonesia.
Untuk menunjukkan tekad para tokoh dan pemimpin masyarakat Bekasi, pada 17 Januari 1950 Panitia Amanat Rakyat menghimpun sekitar 25.000 orang rakyat di Alun-alun Bekasi. Dalam rapat raksasa dikumandangkan resolusi yang berisi tuntutan rakyat Bekasi. Resolusi yang dibacakan oleh Entong Gani bin Saadih memuat tiga poin tuntutan:
- Penyerahan kekuasaan pemerintah Federal kepada Republik Indonesia.
- Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada negara Republik Indonesia.
- Tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain pemerintah Republik Indonesia.
Selain ketiga poin tuntutan tersebut, rakyat Bekasi dan Cikarang juga meminta pemerintah agar mengubah nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi. Tuntutan tersebut disertai sanksi. “Jika tidak dilaksanakan pemerintah RIS, berarti itu suatu pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat umumnya dan Bekasi khususnya.”
Resolusi tersebut ditandatangani oleh Wedana Bekasi A. Sirad dan Asisten Wedana R. Harun. Lalu atas nama rakyat mereka menyerahkan kekuasaannya (Federal) kepada Republik Indonesia yang diwakili Madnuin Hasibuan dan Sukardi. Hadir juga Wakil Residen Militer Daerah V Muhammad Moe’min. Selanjutnya resolusi dikirim kepada Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakarta, Menteri Dalam Negeri RIS, Residen RI Jakarta Raya di Purwakarta, Gubernur Distrik Federal Jakarta, UNCI dan pers.
Setelah penyerahan kekuasaan, secara simbolis Panitia Amanat Rakyat mengangkat Sukardi sebagai Wedana Bekasi, Namin sebagai Camat Bekasi, Rameli Suwarsono sebagai Camat Babelan, Tabroni Tasir sebagai Camat Pondok Gede, Marzuki sebagai Camat Cilincing, sedangkan R. Suhandan Umar tetap sebagai Bupati Jatinegara. [DP]