NOUAKCHOTT, (Panjimas.com) – Pihak oposisi Mauritania mengecam keras penolakan pihak berwenang untuk mengeluarkan izin aksi demonstrasi memprotes kebijakan-kebijakan pemerintah.
Pada konferensi pers yang diadakan di ibukota Nouakchott pada hari Kamis malam (23/11), perwakilan partai oposisi mengatakan bahwa penolakan pihak berwenang untuk mengeluarkan sebuah izin aksi demonstrasi yang direncanakan pada hari Sabtu – merupakan sinyal “indikasi yang jelas tentang penurunan kebebasan di negara ini”, dilansir dari Anadolu.
Mohamed Jamil Ould Mansour, Ketua Oposisi Nasional untuk Reformasi dan Pembangunan, mengatakan bahwa pasukan oposisi akan menanggapi langkah tersebut dengan “meningkatkan” aktivitas protes mereka kedepannya.
Mansour tidak menjelaskan secara rinci tentang sifat eskalasi yang dijanjikannya itu.
Pemerintah Mauritania, berdalih membenarkan penolakan pihaknya untuk mengizinkan aksi demonstrasi Sabtu (25/11) dengan mengatakan bahwa hal itu akan bertentangan dengan “Hari Angkatan Bersenjata Mauritania”, hari libur nasional yang jatuh pada 25 November.
Pada konferensi pers hari Kamis (23/11), para pemimpin oposisi menyesalkan “erosi kebebasan publik dan kebebasan pribadi di Mauritania” – sebuah situasi yang mereka katakan telah diperparah oleh tingginya tingkat pengangguran, melonjaknya harga komoditas dan serangkaian masalah politik yang belum terselesaikan.
Konferensi pers tersebut dihadiri oleh para pemimpin Forum Nasional untuk Demokrasi dan Persatuan Mauritania (sebuah aliansi dari 14 partai oposisi), serta Partai Persatuan Demokratik dan Partai Al-Sawab, dan partai lainnya.[IZ]