JAKARTA (Panjimas.com) – Masih segar dalam ingatan, Video pidato Viktor Laiskodat di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Selasa 1 Agustus 2017 viral. Ketua Fraksi Nasdem di DPR RI ini mengajak hadirin untuk tak memilih calon kepala daerah atau calon legislator dari partai-partai ekstremis dan pro khilafah, yakni Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Belakangan, terbetik kabar polisi akan menghentikan kasus pidato ketua Viktor Laiskodat. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak menerima alasan imunitas anggota DPR untuk menghentikan kasus Viktor. “Imunitas apanya? Setnov (Ketua DPR Setya Novanto) saja dikejar-kejar,” kata Sekretaris Fraksi PKS di DPR,Sukamta kepada wartawan, Selasa (21/11/2017).
PKS menginginkan polisi adil dalam menyelidiki kasus Viktor. Hal itu bisa membuktikan bahwa semua orang sama dimata hukum. “Kalau mau adil ya, kalau satu diadili, lain juga diadili dong. Buni Yani saja yang pelakunya dihukum, dia hanya unggah omongan pelaku, dia dihukum. Mestinya, keadilan ditegakkan untuk semua, kan republik ini untuk semua rakyat bukan untuk satu golongan,” kata Sukamta.
Sukamta berpesan, jangan ada yang dianaktirikan karena hukum berat sebelah. “Kalau ada yang merasa dianaktirikan, susah untuk menyembuhkannya,” ucap Sukamta.
Seperti diberitakan sebelumnya, perwakilan dari empat partai itu pun sudah melaporkan Victor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan juga polisi terkait pidatonya tersebut. Mereka berkukuh pidato Victor itu mengandung ujaran kebencian, fitnah, serta dugaan tindakan memecah belah persatuan bangsa.
Pidato Viktor soal tudingan terhadap empat parpol pro-khilafah tersebut salah satunya termuat dalam video berdurasi 02.05 menit. Di menit-menit awal video, Viktor bicara soal kelompok-kelompok ekstremis yang ingin mengubah NKRI jadi kekhilafahan. Viktor menuding empat parpol yang disebutnya itu mendukung keberadaan negara khilafah di Indonesia.
“Sebagian kelompok ini yang hari ini mau bikin negara khilafah. Dan celakanya, partai-partai pendukungnya itu ada di NTT juga. Yang dukung supaya ini kelompok ini ekstremis ini tumbuh di NTT, partai nomor satu Gerindra. Partai nomor dua itu namanya Demokrat. Partai nomor tiga namanya PKS. Partai nomor empat namanya PAN. Situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran,” kata Viktor yang pidatonya bercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Di video tersebut, Viktor seperti berpidato di hadapan masyarakat. Kepada masyarakat, Viktor lantas menjelaskan arti negara khilafah dalam pengertiannya sendiri. Diapun bicara soal pencegahan pembentukan negara khilafah oleh kelompok ekstremis tersebut. Dia mengambil contoh masa lalu soal PKI. Lebih lanjut, dia juga bicara soal Perppu 2/2017 tentang Ormas.
“Kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965? Mereka tidak berhasil, kita eksekusi mereka. Gue telepon lu punya ketua umum di sana, suruh you jangan tolak-tolak itu Perppu yang melarang untuk, Perppu Nomor 2 Tahun 2017,” pungkas Viktor yang disambut tepuk tangan dan tawa masyarakat setempat.
Kendati demikian, DPP Nasdem juga berkukuh tidak akan minta maaf atas pernyataan Victor itu karena dinilai tidak ada yang salah. Mereka berkeyakinan rekaman pidato Victor yang tersebar luas dan berujung polemik itu sudah diedit dan sengaja disebarluaskan di media.
Lewat laporan ini Viktor Laiskodat disangkakan dengan Undang-Undang ITE pasal 28 ayat 2 dan juga Undang-Undang KUHP 156, dan Undang-Undang Diskriminasi Nomor 40 Tahun 2008.
Bantahan Polisi
Sementara itu Polri membantah telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus penistaan agama yang melibatkan politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Viktor Laiskodat.
“Beredarnya berita di media yang menyatakan kasus penistaan agama yang melibatkan Saudara VL sudah dihentikan oleh penyidik Bareskrim tidak benar,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Rikwanto di Jakarta, Kamis, menggunakan inisial nama Viktor.
Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri, ia menegaskan, masih menyelidiki laporan dugaan penistaan agama yang menyeret Ketua Fraksi Partai NasDem tersebut dan menggali keterangan para saksi kejadian. “Termasuk juga dari saksi ahli bahasa,” kata mantan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya itu.
Ia mengatakan penyidik akan koordinasi dengan DPR dalam menangani perkara itu karena Viktor masih tercatat sebagai anggota parlemen.
Polisi, katanya, mengacu pada Pasal 224 Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD yang mengatur tentang hak imunitas anggota DPR. Sesuai ketentuan, ia menjelaskan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan lebih dahulu menangani laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Viktor.
Ketentuan dalam Undang-Undang No 17/2014 juga menyebutkan pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD.
Rikwanto menambahkan, dalam menangani perkara dugaan tindak pidana oleh pelaku profesi lain yang memiliki aturan penanganan pelanggaran sendiri penyidik akan meminta keterangan dari organisasi yang berwenang dalam profesi tersebut, seperti ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk kasus malpraktik kedokteran dan ke Dewan Pers untuk masalah-masalah terkait pemberitaan dan kerja jurnalistik.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Brigjen Polisi Heri Rudolf Nahak juga menginformasikan penanganan kasus Viktor masih berjalan dan penyidik masih memerlukan masukan dari sidang MKD DPR RI untuk melanjutkan proses hukumnya. (des)