JAKARTA (Panjimas.com) – Kendati telah berstatus tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP, dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua DPR Setya Novanto enggan mundur sebagao Ketua DPR. Ia pun berkirim surat ke pimpinan DPR, Selasa (21/11).
Dalam surat yang beredar dikalangan wartawan, lengkap dengan tanda tangan dan juga materai, Setya Novanto berharap tidak dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR dan juga anggota dewan.
Dalam surat tersebut, Ketua Umum Partai Golkar ini berharap pimpinan DPR, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Taufik Kurniawan, dan Agus Hermanto, tidak melakukan rapat untuk menggantikannya jadi Ketua DPR.
Novanto mengatakan, ingin membuktikan bahwa dia tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, lewat gugatan praperadilan yang saat ini telah diajukan. Sehingga tidak perlu adanya rapat pleno di Mahakamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Berikut ini tulisan tangan dari Ketua DPR Setya Novanto yang beredar: “Bersama ini saya selaku Ketua DPR RI sedang menghadapi kasus hukum proyek e-KTP yang disidik oleh KPK,”
“Saya mohon pimpinan DPR RI lainnya dapat memberikan kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya,”
“Dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR maupun selaku angota dewan,”
Sebelumnya, KPK secara resmi telah menetapkan kembali Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan proyek e-KTP. Komisioner KPK, Saut Situmorang mengatakan pihaknya telah menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada tanggal 31 Oktober 2017 lalu atas nama Setya Novanto.
Setya Novanto selaku anggota DPR periode 2009-2014 bersama-sama Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Dirjen Dukcapil, dan Sugiharto sebagai pejabat di lingkup Kementerian Dalam Negeri, diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau koorporasi, menyalahgunakan wewenang atau jabatan yang ada padanya saat itu.
Sehingga diduga merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 2,3 triliun dengan nilai paket pengadaan Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik 2011-2012 pada Kemendagri. Atas dasar itu, Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Setya Novanto itu terbilang sakti. Hanya dengan tulisan tangan di atas materai, Novanto meminta Idrus Marham ditunjuk sebagai plt ketua umum Golkar menggantikan dirinya. Dia juga ingin Azis Syamsuddin dan Yahya Zaini jadi plt Sekjen.
Novanto tak cuma menulis surat kepada DPP Golkar, tapi juga ditujukan kepada pimpinan DPR. Dalam surat kedua, dia tak ingin posisinya sebagai ketua DPR diganti begitu saja. Dia ingin diberi kesempatan untuk menegaskan, tidak terlibat dalam korupsi e-KTP seperti tuduhan KPK.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagai pihak yang bisa memutus pergantian Novanto dari ketua DPR pun belum bisa memutus. Rapat yang digelar Selasa (21/22) terpaksa ditunda. (des)