KAIRO, (Panjimas.com) – Mesir, Tunisia dan Aljazair pada Rabu (15/11) lalu menegaskan kembali dukungannya atas terwujudnya stabilitas dan persatuan di Libya.
Mesir, Tunisia dan Aljazair juga mendesak pihak-pihak yang berkonflik di Libya untuk menjadi lebih fleksibel dalam rangka mencapai rekonsiliasi.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry bertemu dengan Menteri Luar-Negeri Tunisia dan Aljazair, Khemaies Jhinaoui dan Abdelkader Messahel di ibukota Mesir, Kairo, untuk membahas krisis yang sedang berlangsung di Libya, dikutip dari AA.
Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan tersebut, Menlu Mesir Shoukry mengatakan bahwa ketiga negara itu menentang opsi militer untuk krisis Libya.
Ia menyatakan ketiga negara mendukung dialog antara para pihak di Libya untuk menemukan penyelesaian yang komprehensif.
Mereka juga mendesak semua pihak di Libya untuk mencapai konsensus yang diperlukan dengan menunjukkan fleksibilitas ke semua pihak demi kepentingan nasional Libya.
Libya telah dilanda gejolak sejak 2011, saat sebuah pemberontakan berdarah berakhir dengan penggulingan dan pembunuhan pemimpin karismatik Muammar Gaddafi.
Setelah penggulingan Gaddafi, perpecahan politik di Libya menghasilkan 3 kekuatan rival dalam pemerintahan – yang salah satunya berbasis di kota Tobruk, Libya Timur – dan sejumlah kelompok milisi-milisi yang saling bersaing.
Negara kaya minyak di Afrika Utara itu kini tetap bergolak, dengan perpecahan politik negara tersebut yang menghasilkan setidaknya tiga kursi pemerintahan yang berbeda dan sejumlah kelompok milisi-milisi yang saling bersaing.[IZ]