KAIRO, (Panjimas.com) – Otoritas Mesir dilaporkan membuka kembali terminal penyeberangan Rafah dengan Jalur Gaza untuk pertama kalinya pada hari Sabtu (18/11) sejak Otoritas Palestina Ramallah (PA) mengambil alih terminal tersebut dari kelompok Hamas awal bulan ini.
Terminal penyeberangan Rafah akan tetap terbuka selama 3 hari di kedua arah, demikian menurut media Palestina.
Hamas, yang telah mengenalikan wilayah Jalur Gaza sejak 2007, menyerahkan perlintasan tersebut ke Otoritas Palestina (PA) pada awal November, hal ini menandai perubahan nyata pertama sejak proses rekonsiliasi yang disponsori Mesir untuk mulai memulihkan perpecahan politik selama satu dekade antara Hamas dan rivalnya Fatah.
Menurut seorang reporter Anadolu Agency, karyawan-karyawan yang berafiliasi dengan Otoritas Palestina (PA) mengarahkan proses pergerakan tersebut melalui terminal pada hari Sabtu (18/11), untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun sejak 2007.
Dalam pernyataannya, Kementerian Dalam Negeri yang dikelola Hamas mengatakan pasukannya mengamankan kendaraan para penumpang sebelum memasuki persimpangan Rafah.
Menurut Kemendagri yang dikelola Hamas, sekitar 16.000 warga Palestina telah terdaftar untuk menyeberangi terminal Rafah tersebut.
Pada hari Kamis (16/11), Kedutaan Palestina di Kairo mengatakan bahwa Mesir akan membuka kembali penyeberangan Rafah untuk periode 3 hari pada hari Sabtu untuk mengizinkan warga Palestina menyeberang melalui dua arah.
Penyeberangan perbatasan Rafah menghubungkan wilayah Jalur Gaza dengan Semenanjung Sinai di Mesir, untuk diketahui terminal Rafah ditutup sejak pertengahan 2013.
Israel dan Mesir telah memblokade wilayah Jalur Gaza melalui udara, darat dan laut sejak 2007.
Jalur Gaza memiliki tujuh penyeberangan perbatasan yang menghubungkannya dengan dunia luar. Enam di antaranya dikendalikan oleh Israel, sementara yang ketujuh – penyeberangan Rafah – dikendalikan oleh Mesir, yang telah menutupnya secara ketat sejak penggulingan Presiden Mohamed Morsi, pemimpin Mesri pertama yang terpilih secara demokratis di Mesir, pada tahun 2013 melalui kudeta militer berdarah.
Media Israel Haaretz mencatat, setiap penyeberangan untuk warga Palestina, harus jelas alasan yang diberikan saat melakukan perjalanan, seperti pendidikan, perawatan medis, mengunjungi keluarga atau untuk mendapatkan visa asing.[IZ]