RAMALLAH, (Panjimas.com) – Menanggapi ancaman pemerintahan Trump untuk menutup kantor-kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington, Palestina mengancam untuk memotong “semua saluran komunikasi” dengan pihak A.S.
Dalam sebuah video yang dirilis baru-baru ini, Saib Ureykat, Sekretaris Jenderal PLO mengatakan: “Pemerintah Palestina akan memotong semua komunikasi dengan A.S. dalam kasus ketika PLO menolak untuk memperbarui lisensi kantor Washington.”
“Kami mendapat pesan dari Departemen Luar Negeri AS bahwa proses persetujuan lisensi kantor PLO [di Washington] tidak akan diperpanjang saat Palestina mengajukan upaya banding ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran Israel terhadap Palestina” tandas Ureykat, dilansir dari Anadolu Ajensi.
Dilaporkan oleh jaringan media Amerika, Associated Press pada hari Jumat (17/11), AS mengancam akan menutup kantor Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington terkait seruan PLO untuk mengadili para pejabat Israel di Pengadilan Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan terhadap rakyat Palestina.
AP melaporkan bahwa hal itu bertentangan dengan undang-undang A.S. mengenai upaya PLO untuk mengajukan permohonan ke ICC untuk penuntutan terhadap Israel.
Berdasarkan Undang-Undang A.S. tahun 2015, Menteri Luar Negeri AS harus menyatakan kepada Kongres bahwa PLO belum mengambil tindakan dengan ICC, dan Rex Tillerson tidak dapat melakukannya pada batas waktu November, demikian menurut pejabat Deplu AS tersebut.
Masalahnya adalah seruan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk penyelidikan ICC dan mengadili para pejabat Israel dalam Sidang Majelis Umum PBB pada bulan September, menurut laporan Associated Press.
Tidak ada pembicaraan damai saat ini antara Palestina dan Israel, namun pemerintahan Trump telah berusaha untuk memulai kembali prosesnya.
Menantu Trump dan penasihat khusus Gedung Putih, Jared Kushner, telah berada di garis depan dalam upaya mendorong perundingan damai tersebut. Dan pihak Gedung Putih sedang mempersiapkan sebuah proposal untuk diajukan kepada kedua belah pihak pada waktu yang belum ditentukan, mengutip laporan AP.
PLO adalah perwakilan resmi rakyat Palestina sementara PA (Otoritas Palestina) adalah penguasa ‘de jure’ yang memerintah di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.[IZ]