SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Forum Komunikasi Aktifis Masjid (FKAM) menggelar dialog kebangsaan bertema “Beban Pajak pra kondisi Perang Diponegoro” bersama Ustadz Azhari Dipo Kusumo di Hotel Assalam, Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo, Sabtu (18/11/2017).
K.Subroto, pembicara pertama menjelaskan kondisi beban pajak masa Diponegoro setelah dikalahkan menjadi besar. Hal ini mempengaruhi kondisi rakyat Jawa yang semakin tercekik dibawah kekuasaan kolonial Belanda.
Dia mengawali dengan memperkenalkan biografi Diponegoro, mulai sejak lahir hingga terkenal dengan Jihadnya melawan Belanda yaitu “Perang Sabil Diponegoro”.
“Setelah perang Diponegoro sudah tidak ingin dipanggil dengan Diponegoro, dia ingin dipanggil Sultan Abdul Hamid. Nenek buyutnya asal Sragen yang menjadi kyai terkenal, mengajak Diponegoro ke Jogja di wilayah Tegalrejo,” kata penulis di majalah Syamina.
Perang Diponegoro memiliki urgensi bahwa perang tersebut terbesar di Jawa dan merupakan bentuk penjajahan maksimal oleh Belanda. Subroto menilai Diponegoro menjadi penghalang Belanda, sehingga harus disingkirkan.
“Maka sejarah mencatat bahwa puncak imperium kejayaan Belanda adalah pasca perang Diponegoro. Nah Diponegoro ini batu sandungan, setelah disingkirkan Belanda menuju puncaknya karena memiliki tanah jajahan Jawa,” ungkap dia.
Subroto menyimpulkan bahwa perlawanan Diponegoro semata untuk menegakkan agama Islam di Jawa. Mengangkat senjata sebagai bentuk Jihad fi Sabilillah dan memperoleh kesyahidan melawan kafir Belanda.
“Karena tanah dipatok Belanda? Apakah sederhana itu Diponegoro melawan. Alasan utamanya sebenarnya “Mulyaning agama ing tanah Jawi”. Perang Sabil itu sebagai jihad fi Sabilillah, itu tujuan utama Diponegoro melawan Belanda,” pungkasnya.
Sementara itu, Ustadz Azhari Dipo Kusumo menjelaskan bahwa Diponegoro memilih melawan Belanda kerena rakyat tercekik dengan beban pajak yang ditarik pemerintah kolonial Belanda. Kondisi ekonomi rakyat semakin susah dan miskin.
“Saya sangat yakin ketika melihat demoralisasi, tercekiknya beban pajak rakyat, dia (Diponegoro) tidak menemukan solusi kecuali dengan menemui Ulama, kyai untuk mendapatkan perintah hendaklah kalian itu mempersiapkan kekuatan, terhadap orang kafir, yang persiapan tersebut membuat gentar musuh-musuh Allah,” ucap keturunan Pangeran Diponegoro ke lima asal Lamongan. [SY]