JAKARTA, (Panjimas.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar rapat bersama Direktorat Kepercayaan kepada Ketuhanan yang Maha Esa dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud guna membahas masalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan gugatan uji materi (judicial review) terkait Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU tentang Administrasi Kependudukan.
Dalam acara rapat tersebut, turut hadir perwakilan ormas-ormas Islam baik dari pusat maupun tidak pusat. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin mengatakan, keputusan Hakim Mahkamah Konstitusi menyalahi kesepakatan politik.
“Memang MK itu putusannya final and binding, tapi itu bertentangan dengan kesepakatan politik,” kata KH. Ma’ruf Amin di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/11/2017).
Menurutnya, masalah penghayat atau aliran kepercayaan sudah sejak 1978 diperdebatkan dan kesepakatannya telah ditetapkan dalam TAP MPR, kepercayaan itu bukan agama.
TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan tegas mengatakan bahwa aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama.
“Sebenernya udah selesai, oleh karena itu kepercayaan tidak boleh diagamakan, karena bukan agama jadi tidak diurus di Kemenag tapi (hanya) di Kemendikbud,” tuturnya.
Oleh karenanya, KH. Ma’ruf Amin meminta penjelasan kepada Kemendikbud dalam acara rapat tersebut. “Kenapa hanya karena 170 ribu orang bisa merusak kebangsaan.” pungkasnya. [DP]