RIYADH, (Panjimas.com) – Pasukan keamanan Saudi pada hari Senin (13/11) menyerbu rumah seorang ulama terkemuka, Syaikh Salman Al-Ouda, yang telah ditahan sejak 10 September lalu.
Putra Syaikh Salman al-Audah, Abdullah, mengatakan melalui akun Twitter resminya bahwa pasukan Saudi memasuki rumah keluarganya tanpa perintah pengadilan ataupun prosedur hukum.
Aparat Saudi menggeledah kantor ayahnya dan mengambil dua buku dari perpustakaan Abdullah karena “mereka meyakini itu adalah perpustakaan ayah saya”, dikutip dari MEMO.
Pihak berwenang Saudi beberapa bulan ini telah menindak sejumlah ulama, intelektual dan aktivis.
Human Rights Watch menggambarkan kampanye penangkapan ini sebagai bagian dari pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Saudi.
Sekitar satu setengah bulan setelah Syaikh Salman Al-Awda ditangkap, pemerintah Saudi mencegah anak-anaknya meninggalkan wilayah Kerajaan.
Syaikh Salman Al-Awdah ditangkap pada tanggal 10 September lalu sementara itu saudaranya, Khaled, ditahan tidak lama kemudian.
Ditahan Karena Dukung Rekonsiliasi Qatar-Saudi
Ulama terkemuka Saudi ditangkap Ahad (10/09) lalu akibat unggahan (postingan) media sosialnya.
Sheikh Salman al-Awdah, seorang Ulama berpengaruh yang dipenjara pada tahun 1994-1999 karena dituding melakukan agitasi perubahan politik yang kini bahkan memiliki 14 juta pengikut di Twitter, dilaporkan telah ditahan akhir pekan lalu.
Dalam salah satu unggahan cuitan terakhirnya di Twitter, Sheikh Salman al-Awdah menyambut baik laporan pada hari Jumat (08/09) yang menunjukkan bahwa gejolak krisis diplomatik tiga bulan antara Qatar dan empat negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi, kini akan dapat diselesaikan.
“Semoga Allah menyelaraskan hati diantara mereka demi kebaikan rakyat mereka,” pungkas Sheikh Awdah melalui akun Twitternya menyusul laporan mengenai sambungan telepon antara Emirat Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani dan Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman untuk membahas cara-cara untuk menyelesaikan keretakan negara Teluk Arab tersebut, yang dimulai pada bulan Juni lalu, seperti dilansir oleh Reuters.
Harapan untuk sebuah terobosan penting segera pupus saat Arab Saudi menunda dialog dengan Qatar, sementara Riyadh menuding Doha sedang “mendistorsi fakta-fakta”.
Arab Saudi, bersama dengan Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir menuduh Qatar mendukung kelompok Islamis, tuduhan yang segera dibantah Doha.
Syaikh Salman al-Awdah adalah Ulama kedua yang dilaporkan ditahan oleh pihak berwenang Saudi dalam sepekan terakhir. Laporan media sosial mengatakan bahwa Syaikh Awadh al-Qarni, seorang Ulama terkemuka lainnya dengan 2,2 juta pengikut Twitter, juga ditahan saat hendak keluar dari rumahnya di Abha di Arab Saudi Selatan.
Seperti juga halnya Syaikh al-Awdah, Syaikh Awadh al-Qarni juga telah menyatakan dukungannya untuk rekonsiliasi antara negara-negara Arab dan Qatar.
Pejabat Saudi tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar mengenai laporan penangkapan kedua Ulama terkemuka Saudi tersebut.
Keluarga Kerajaan al-Saud beranggapan kelompok-kelompok Islam sebagai ancaman internal terbesar terhadap pemerintahannya atas di negara dimana seruan terhadap sentimen keagamaan masih kuat sementara gerilyawan Islam sebelumnya telah menargetkan wilayah negara bagian.
Satu dekade yang lalu, pihak al-Saud memerangi operasi serangan al Qaeda yang menargetkan pejabat dan warga asing yang menewaskan ratusan jiwa.
Pada 1990-an, gerakan Sahwa (“Awakening”, Kesadaran) yang terinspirasi oleh Ikhwanul Muslimin menuntut reformasi politik yang akan melemahkan keluarga penguasa al-Saud.
Laporan penangkapan kedua Ulama tersebut bertepatan dengan spekulasi yang meluas, diikuti dengan beberapa pemecatan pejabat Kerajaan, ditengah kabar Raja Salman bermaksud untuk menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman.
Ditanya mengenai alasan penangkapan Ulama terkemuka tersebut, seorang analis Saudi berspekulasi: “(Untuk) menghancurkan Ikhwanul Muslimin atau menakut-nakuti pihak lain jika rencana mereka adalah untuknya (Putra Mahkota Mohammad) agar menjadi Raja.”
Para aktivis oposisi Saudi yang diasingkan telah menyerukan aksi demonstrasi pada 15 September yang dimaksudkan untuk menggalang kekuatan oposisi melawan pihak keluarga kerajaan.[IZ]