JAKARTA (Panjimas.com) – Akibat belum move on dari gubernur yang sebelumnya, sejumlah undangan, salah satunya komposer ternama Ananda Sukarlan, walk out saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpidato ketika menghadiri acara peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11/2017).
Ananda hadir karena merupakan alumnus Kolose Kanisius, sekaligus terpilih menerima penghargaan. Perlu diketahui, Kolese Kanisius adalah lembaga pendidikan bernapaskan iman Katolik yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1927, dengan seorang rohaniwan Yesuit, Pater Dr. J. Kurris SJ, sebagai direktur Kolese Kanisius yang pertama. Nama Kanisius diambil dari santo pelindung sekolah, Santo Petrus Kanisius (1521-1597).
Kolose Kanisius, sekolah yang konsisten sampai sekarang hanya untuk laki-laki dan berlokasi di Menteng Raya ini,
dalam peringatan berdirinya yang ke-90 tahun, untuk pertama kalinya memberikan Penghargaan Kanisius kepada 5 alumni dari berbagai generasi.
Kelima ini tersaring dari 95 finalis yang menjadi kandidat. Mereka adalah Ananda Sukarlan (komponis & pianis), Derianto Kusuma (pendiri Traveloka), Romo Magnis Suseno (tokoh Jesuit), Irwan Ismaun Soenggono (tokoh pembina Pramuka), dan Dr Boenjamin Setiawan (pendiri Kalbe Farma). (Kontributor Jakarta, David Oliver Purba).
Ananda membenarkan bahwa dirinya bersama sejumlah alumnus lain yang hadir walk out meninggalkan ruangan saat Anies berpidato. Sekitar lima menit Ananda mendengarkan pidato Anies. Ananda yang duduk paling depan kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan. “Ya, saya memang walk out di tengah pidato (Anies Baswedan),” kata Ananda kepada wartawan, Senin (13/11/2017).
Alasan Ananda walk out, menurutnya, karena sosok Anies yang diundang di acara itu dinilai tak mencerminkan nilai-nilai ajaran Kanisius. Ananda menyinggung soal pidato Anies seusai dilantik sebagai Gubernur DKI yang menyinggung masalah pribumi dan non-pribumi.
“Waktu kami datang ke sana, kami kaget, kok, ada Pak Anies. Terus kami pikir, kenapa, sih (diundang). Karena nilai-nilai Pak Anies ngga sesuai dengan yang diajarkan Kanisius, terutama tentang perbedaan, pribumi, dan non-pribumi,” ujar Ananda.
“Saya itu Islam dan waktu itu saya ngga ada masalah sama sekali dengan teman-teman yang Katolik. Menurut Pak Anies, non-pribumi, saya ngga tahu apa sih pribumi dan non-pribumi itu. Saya orang Jawa, Islam, dan saya bergaul dengan sangat baik dengan teman-teman saya (yang berbeda keyakinan dan suku) sampai sekarang,” ujar Ananda.
Seusai Anies berpidato dan meninggalkan ruangan, Ananda bersama sejumlah alumnus lain yang walk out kemudian kembali ke ruangan. Ketika memberikan sambutan terhadap penghargaan yang dia dapatkan, Ananda mengkritik panitia yang mengundang sosok yang tidak mencerminkan ajaran Kanisius.
“Saya mengkiritik panitia bahwa mengundang seseorang yang mendapatkan jabatannya dengan cara-cara dan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Kanisius. Namun, saya tidak menyebut nama Pak Anies,” ujar Ananda.
Ananda menegaskan, walk out itu merupakan sikapnya sebagai pribadi, bukan sikap alumnus Kanisius.
Respon Anies
Dimintai tanggapannya di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (13/11/2017), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak mempersoalkan sikap komposer ternama Ananda Sukarlan yang walk out saat dirinya berpidato dalam acara peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius, Sabtu (11/11/2017).
Sebagai gubernur, Anies menyebut dirinya bertanggung jawab untuk mengayomi semua kelompok masyarakat, termasuk alumni Kolese Kanisius. “Jadi, saya akan menyapa semua, mengayomi semua. Kalau kemudian ada reaksi negatif, ya itu bonus aja buat saya. Ngga ada sesuatu, biasa aja, rileks,” ujar Anies.
Anies mengatakan, dia menghormati perbedaan pandangan setiap orang dan cara orang tersebut mengungkapkan pandangannya itu. Selama menghadiri peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius, Anies justru tidak tahu ada alumni yang walk out.
Sementara itu tokoh Tionghoa, Zeng Wei Jian dalam tulisannya “Ananda Sukarlan Is A Whimper” menggambarkan gerak-gerik Ananda Sukarlan sebagai gejala “Salah Bantal”. Itu tampak pada lehernya yang kaku.
“Dalam pidato singkatnya, dengan mata kedip-kedip dan leher patah-patah, Ananda Sukarlan mengkritik ‘entah siapa’ yang mengundang Anies. Indirectly, Ananda Sukarlan menuding Anies menang pilkada dengan cara-cara yang berbeda dengan yang diajarkan di Kanisius. Entah apa maksudnya. “
Zeng Wei Jian menyebut Ananda Sukarlan belum move on. “Dia ngga sadar bila Ahok memicu aksi besar Umat Islam dari seluruh Indonesia. Pasca Ahok menoda Surah Al Maidah 51. Manuver politik Ananda Suparlan dikecam Eros Jarot, Yap Hong Gie (Angkatan 72) dan Agus Lenon, Aktifis 78.”
Yap Hong Gie bilang sikap politik Ananda Sukarlan didasari jiwa kerdil dan limited knowledge. Publik mulai muak dengan ulah Ahoker gagal move on. Ananda Suparlan sebaiknya sadar, Anies didukung mayoritas warga Jakarta.”
“Stop crying and whining Ananda. Seperti kata Penulis Cris Jami (Killosophy-2015), “Like crying wolf, if you keep looking for sympathy as a justification for your actions, you will someday be left standing alone when you really need help”, tulisnya. (des)