YERUSALEM, (Panjimas.com) – Peralihan kontrol wilayah Jalur Gaza ke pangkuan Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah dalam kerangka kesepakatan rekonsiliasi Palestina, terbukti sulit, demikian pengakuan Perdana Menteri Rami Hamdallah pada hari Senin (06/11).
Asumsi paralihan kontrol atas terminal penyeberangan di perbatasan Gaza pada Rabu (01/11) lalu merupakan langkah nyata tahap pertama dalam proses rekonsiliasi, ujar Rami Hamdallah.
Ia menambahkan, bagaimanapun, bahwa pihak-pihak utama yang terlibat yaitu PA dan Hamas, yang telah mengatur wilayah Jalur Gaza sejak tahun 2007 belum menyetujui mekanisme yang tepat untuk menyediakan keamanan perbatasan.
“Sekarang kita memiliki masalah besar di perbatasan Gaza, sebuah masalah keamanan. Kami telah menerima wilayah perbatasan dalam teori namun tanpa keamanan,” pungkasnya pada hari Senin (06/11) saat acara pembukaan pameran di wilayah Tepi Barat.
“Tidak mungkin mengelola perbatasan tanpa memecahkan masalah keamanan,” paparnya, “yang harus diperiksa secepatnya”, dikutip dari Anadolu.
Hamdallah juga mengatakan terdapat masalah mengenai kembalinya mantan pegawai-pegawai PA ke pos-pos mereka di Gaza, yang mereka kosongkan saat Hamas menguasai wilayah tersebut 10 tahun yang lalu.
Isu-isu ini kemungkinan akan menjadi agenda utama perundingan rekonsiliasi Palestina yang akan segera dijadwalkan dan akan diadakan di Kairo pada 21 November mendatang.
Dalam beberapa bulan terakhir, gerakan Fatah, yang mengendalikan Otoritas Palestina (PA), tetap dalam posisinya dalam pembicaraan dengan rivalnya gerakan Hamas.
Perundingan tersebut seolah-olah ditujukan untuk membentuk pemerintah persatuan nasional dan mengurangi tekanan pada wilayah Jalur Gaza, yang sejak 2007 tetap menjadi target blokade Israel / Mesir yang melumpuhkan berbagai akses.
Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh mejelaskan penyerahan perbatasan Jalur Gaza ke Otoritas Palestina (PA) sebagai “fase pertama rekonsiliasi internal-Palestina”.
Dalam pidato yang disampaikan di Kota Gaza, Haniyeh menekankan bahwa Hamas telah menyerahkan tanggung jawab atas perbatasan kota pesisir tersebut “tanpa tawar menawar atau menetapkan syarat apapun”.
PA yang berbasis di Ramallah pada hari Rabu (01/11) mengambil alih kendali penyeberangan perbatasan Jalur Gaza sebagai bagian dari kesepakatan rekonsiliasi 12 Oktober yang ditandatangani di Kairo antara Hamas dan Fatah.
“Rekonsiliasi bukan hanya tentang hubungan antara Fatah dan Hamas, tapi antara semua faksi politik Palestina Islam dan nasionalis dan semua segmen masyarakat Palestina,” pungkasnya, dikutip dari Anadolu.
Proses rekonsiliasi, ujar Haniyeh menegaskan, menyerahkan 3 sumbu: 1) administrasi Tepi Barat dan Gaza melalui pemerintah persatuan nasional yang berasal dari pemilihan parlemen dan presiden; 2) sebuah re-organisasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO); dan 3) pengembangan PLO untuk memungkinkan partisipasi semua rakyat Palestina.[IZ]