RIYADH, (Panjimas.com) – Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohamed bin Salman pada hari Selasa (07/11) menegaskan bahwa pasokan rudal dari Iran kepada pemberontak Houthi di Yaman adalah tindakan “perang” melawan Kerajaan Saudi.
Pasokan rudal-rudal oleh Teheran ke Milisi Syiah Houthi dapat disebut “agresi militer langsung oleh rezim Iran dan dapat dianggap sebagai tindakan perang melawan kerajaan,” pungkas Pangeran Mohamed bin Salman, dikutip dari kantor berita resmi Saudi. SPA (Saudi Press Agency) dalam panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson
Pernyataannya muncul beberapa hari setelah pasukan pertahanan udara Saudi mencegat sebuah rudal balistik yang disebut-sebut ditembakkan ke ibukota Riyadh pada hari Sabtu (04/11).
Boris Johnson, pada bagiannya, mengutuk keras tembakan rudal tersebut oleh pemberontak Houthi ke Riyadh dan sasaran yang disengaja yakni warga sipil.
Menlu Inggris Johnson mengulangi dukungan negaranya untuk Kerajaan Saudi dalam menghadapi ancaman keamanan.
Arab Saudi menuding Iran mempersenjatai pemberontak Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman, termasuk ibukota Sanaa, sejak tahun 2014.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi internasional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menuding Kerajaan Saudi terlibat kejahatan perang sebagai akibat dari kampanye pengebomannya yang dapat dianggap sembarangan dan menyebabkan kerusakan berlebihan pada negara tersebut termasuk jumlah korban tewas yang cukup tinggi.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]