JAKARTA, (Panjimas.com) – Mengomentari rencana APBN anggaran untuk bantuan modal yang menyebutkan bahwa infrastruktur berkembang signifikan, Pengamat Ekonomi Muhammad Rihan Handaulah mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur di era Jokowi-JK lebih lambat.
“Di periode kedua SBY belanjaan modal itu tumbuh rata-rata 14 persen, sementara di jaman Jokowi dari tahun 2014-2016 realisasi belanja modal hanya tumbuh 2 persen,” kata M. Rihan Handaulah, di aula DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (31/10/2017).
Dalam acara yang diselenggarakan PKS Muda bekerjasama dengan DPP PKS dengan mengusung tema “APBN 2018 Buat Siapa?”, di aula DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (31/10/2017), Rihan Handaulah menegaskan, berarti secara signifikasi tidak sama seperti yang digembar-gemborkan.
“Lalu apa penyebabnya? karena uangnya gak ada,” tuturnya.
Ia menjelaskan, penerimaan Indonesia jeblok, karena Menteri Keuangan Sri Mulyani memotong anggaran sampai 400 T. Padahal uang itu bisa dibuat bangun jembatan, jalan, dan sebagainya untuk keperluan infrastruktur, tapi karena di sisi penerimaan gak ada ya mau enggak mau ya dicoret dari anggaran.” pungkasnya.
Muhammad Raihan Handaulah menambahkan bahwa infrastruktur untuk modal kampanye itu seksi, sebab barangnya ada.
“Infrastruktur ini seksi, karena untuk kampanye berikutnya barangnya ada keliatan tinggal di foto, viral” kata Raihan Handaulah, di aula DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (31/10/2017).
Menurutnya, memang benar bahwa rakyat Indonesia secara jangka panjang butuh infrastruktur, karena itu menjadi prasyarat ekonomi. “Tapi lihat ekonomi bukan hanya infrastruktur, untuk bangun pun kita harus sesuai dengan kemampuan kita,” tuturnya.
Seharusnya tidak perlu terlalu diburu-buru sampai kemudian Indonesia kekeringan dan secara keseluruhan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
“Saat kita mengeluarkan semua alokasi untuk infrastruktur terlalu besar dan memotong belanja-belanja lain, kemudian penerimaan pajak turun maka implikasinya akan tidak ada uang buat infrastruktur,” pungkasnya. [DP]