JAKARTA, (Panjimas.com) – Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis 26 Oktober 2017, mulai menyidangkan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melawan Menteri Hukum dan HAM dalam kasus pembubaran HTI tanggal 19 Juli 2017 yang lalu.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam waktu 11 hari sejak berlakunya Perpu No. 2 Tahun 2017, Pemerintah telah mencabut status badan hukum HTI dan sekaligus membubarkan organisai tersebut. Namun Surat Keputusan Menkumham tentang pembubaran tsb sampai hari ini belum diterima oleh HTI.
Sidang gugatan TUN ini dihadiri oleh Jubir HTI Ismail Yusanto yang didampingi pengacaranya Yusril Ihza Mahendra dan Gugum Ridho Putra. Sedangkan Menkumham tidak hadir dan mengirimkan anak buahnya dari Ditjen AHU Kemenhumkam, I Wayan Sudirta yang nampak hadir di PTUN belum diperkenankan masuk karena belum mengantongi surat kuasa dari Menkumham.
Usai sidang, Kuasa Hukum HTI Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa petitum gugutan HTI adalah memohon agar PTUN menunda berlakunya Keputusan Menkumham sampai putusan berkekuatan tetap. Selain itu, HTI juga mohon agar Keputusan Menkumham dinyatakan batal dan tidak sah karena bertentangan dengan peraturan perundang2an dan asas2 umum pemerintahan yanga baik.
“HTI belum tamat dengan disahkannya Perpu No. 2 Tahun 2017 menjadi undang-undang sebagaimana dikatakan Prof Mahfud MD” kata Yusril. Kalau putusan penundaan dikabulkan PTUN, maka dengan serta merta HTI hidup lagi, tegasnya.
Kalau sekiranya uji materil UU Keormasan pasca penesahan Perppu nanti dikabulkan MK, maka HTI bisa sekali lagi mendaftarkan diri sebagai ormas berbadan hukum ke Kemenkumham.
“HTI kini baru pingsan, belum mati. Orang pingsan kan bisa siuman lagi” kata Yusril menanggapi Mahfud MD.
Yusril mengatakan perjuangannya membela HTI dan ormas-ormas yang merasa terancam untuk dibubarkan pasca disahkannya Perppu Ormas menjadi undang-undang takkan berhenti. Hukum dan demokrasi di negara ini harus ditegakkan. “Hukum tidak boleh kalah dengan kesewenang-wenangan”, tutupnya.[RN]