TANGERANG, (Panjimas.com) – Aksi fenomenal dalam sejarah perjuangan umat Islam Indonesia yang dikenal sebagai Aksi Super Damai 212, harus menjadi spirit untuk tegaknya syariat Islam di Indonesia. Keberhasilan-keberhasilan yang diraih dalam Aksi 212 dan setelahnya tidak boleh membuat umat berpuas diri. Sebab selain keberhasilan, serangan balik terhadap umat Islam juga masif dilakukan oleh mereka yang tidak suka terhadap Islam dan umat Islam.
“Tiga target kemenangan umat dalam perjuangan melawan penista agama adalah menang di media sosial, menang di pengadilan dan menang di Pilkada DKI Jakarta. Alhamdulillah ketiganya umat Islam memenangkan pertarungan itu. Skor 3-0,” ungkap Sekretaris Umum Forum Jurnalis Muslim (Forjim) dalam Tabligh Akbar dan Bedah Buku “Diary 212” di Masjid Al-Ukhuwah, Karawaci, Tangerang, Ahad subuh (22/10/2017).
Shodiq menjelaskan, pertarungan di media sosial sebelum 2016 selalu dimenangkan oleh kelompok pendukung rezim. Tetapi kondisi itu berbalik ketika mencuat kasus penistaan agama oleh Ahok. “Umat Islam bersatu di media sosial, sehingga opini-opini bisa dimenangkan,” kata dia.
Selanjutnya, target kemenangan di Pilkada DKI Jakarta alhamdulillah juga tercapai. Pasangan cagub-cawagub Muslim yang didukung oleh umat Islam berhasil memenangkan Pilkada putaran kedua dengan selisih persentase yang sangat telak, hampir 16 persen.
“Barangkali Pilkada DKI ini menjadi Pilkada yang paling heboh. Bukan hanya warga Jakarta, umat Islam se-Indonesia ikut berdoa untuk Pilkada DKI. Bahkan Imam Masjid Al-Aqsha saja samai ikut berdoa untuk pemimpin Muslim Jakarta,” kata Shodiq yang juga wartawan Suara Islam itu.
Target kemenangan ketiga adalah kemenangan di pengadilan. Hal itu juga tercapai. Ahok yang pada awalnya hanya dituntut setahun penjara dengan dua tahun masa percobaan, akhirnya divonis dua tahun penjara oleh pengadilan. “Sekarang sudah dieksekusi, walaupun di penjaranya bukan di Cipinang, tatapi di Mako Brimob,” ungkap dia.
Sayangnya, tiga kemenangan itu tidak disukai oleh mereka-mereka yang anti terhadap Islam dan umat Islam.
Sehingga pasca-aksi 212 serangan balik pun dilakukan. Antara lain dengan melakukan kriminalisasi terhadap GNPF-MUI melalui kasus rekening donasi, kriminalisasi terhadap tokoh GNPF-MUI di antaranya Habib Rizieq Syihab, M Al Khaththath, hingga Munarman. Serangan selanjutnya, yang masih terjadi hingga sekarang, serangan opini terhadap umat Islam berupa isu intoleransi, anti-kebhinakaan, anti-Pancasila dan anti-NKRI.
“Kaum mualaf Pancasila ini lupa bahwa sejatinya umat Islam Indonesia sudah khatam tentang toleransi, kebhinekaan, Pancasila dan NKRI,” kata dia.
Shodiq menjelaskan, dalam sejarah pendirian NKRI ini, umat Islamlah yang berada di garda depan. Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah adalah pelopor perjuangan merebut dan mempertahankan kemedekaan, Pancasila adalah hadiah terbesar umat Islam untuk negara ini, sedangkan terkait kebhinekaan, umat Islam sudah sejak 15 abad yang lalu diajarkan tentang keragaman oleh Alquran.
“Hari ini tanggal 22 Oktober, diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Pada 22 Oktober 1945 itu, Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad untuk menghadapi Sekutu yang diboncengi oleh Belanda di Surabaya. Ini perjuangan santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan,” ungkap dia.
Terkait pelajaran yang bisa dipetik dari Aksi 212, Shodiq menyebutkan setiap umat Islam, terutama Alumni 212, untuk memahami bahwa kemenangangan dan keberhasilan perjuangan Aksi 212 adalah pertolongan
Allah Swt semata, bukan karena lainnya. Selanjutnya, berkaca dari Perang Uhud, dia mengingatkan agar umat Islam tidak terburu-buru mengambil “ghanimah”, sebab pertaruangan belum usai. Umat Islam harus senantiasa taat dan patuh pada perintah ulama sebagai pemimpin dalam aksi-aksi tersebut.
“Alhamdulillah aksi 212 telah melahirkan kesadaran umat Islam untuk memilih pemimpin Muslim, memboikot kelompok pembela penista agama, membangun kemandirian ekonomi. Dan terpenting adalah persatuan, bahwa umat Islam ternyata bisa bersatu,” pungkas dia.
Selain Shodiq, bedah buku “Diary 212” menghadirkan mantan wartawan senior GATRA Herry Mohammad sebagai narasumber. Sementara narasumber tetap kajian subuh Masjid Al-Ukhuwah, Karawaci, Tangerang, Ustaz Haris Amir Falah menyampaikan tentang target tegaknya syariat Islam pasca-aksi 212. [RN]