JENEWA, (Panjimas.com) – Lebih dari 320.000 anak-anak pengungsi Muslim Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh Selatan sejak akhir Agustus lalu, sementara itu lebih dari 12.000 anak-anak lainnya melarikan diri dari kekerasan setiap pekannya, demikian menurut laporan PBB, Jumat (20/10).
Hampir sekitar 60 persen dari kedatangan gelombang pengungsi Rohingya terbaru ke Bangladesh adalah anak-anak, mereka yang menyebrang dengan jumlah antara 1.200 dan 1.800 jiwa per harinya, ungkap Badan Dana Amal Anak PBB, UNICEF, dalam laporannya, Jumat (20/10), dilansir dari Anadolu.
Dalam laporan UNICEF bertajuk “Outcast and Desperate”, UNICEF menyatakan: “Anak-anak pengungsi Rohingya menghadapi masa depan yang berbahaya – UNICEF mengatakan bahwa sebagian besar pengungsi tinggal di permukiman darurat yang padat dan tidak sehat.”
Wabah Kolera dan kekurangan gizi akut merupakan salah satu bahaya utama di kamp-kamp pengungsian Rohingya, pungkas UNICEF.
“Banyak anak pengungsi Rohingya di Bangladesh telah menyaksikan kekejaman brutal di Myanmar yang tidak pernah dilihat oleh anak-anak, dan semuanya menderita kerugian yang luar biasa,” ungkap Direktur Eksekutif UNICEF Anthony Lake.
UNICEF juga mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini tidak memiliki akses ke anak-anak Rohingya di negara bagian Rakhine Utara di Myanmar.
Menjelang sebuah konferensi internasional “pledging” pada hari Senin (23/10) di Jenewa, dimana UNICEF mendesak negara-negara donor untuk segera menanggapi persyaratan kebutuhan sebesar $ 434 juta dollar untuk memenuhi kebutuhan mendesak pengungsi Rohingya yang baru saja tiba di Bangladesh, serta untuk memenuhi kebutuhan darurat para pengungsi yang tiba sebelum arus masuk baru-baru ini.
UNICEF memperingatkan pada hari Selasa bahwa pihaknya tidak dapat terus membantu pengungsi di Bangladesh tanpa “dana tambahan segera” dari negara donor.
PBB membutuhkan $ 434 juta dollar untuk pengungsi Rohingya dari bulan September 2017 sampai dengan Februari 2018 mendatang namun hingga kini hanya $ 106 juta dollar dana yang telah diterima dari negara-negara donor.
Badan-Badan bantuan kemanusiaan telah memperingatkan bahwa ada kekhawatiran nyata bahwa anak-anak yang rentan tersebut dapat menjadi korban-korban pelecehan ataupun perdagangan manusia.
Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari operasi militer di Myanmar di mana tentara dan gerombolan ektrimis Buddha membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah-rumah mereka dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Sejak 25 Agustus lalu, saat Militer melancarkan operasi brutalnya terhadap penduduk Rohingya, 582.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari negara bagian Rakhine menuju ke wilayah Bangladesh, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
Ini adalah gerakan “terbesar dan tercepat” dari populasi sipil di Asia sejak tahun 1970an, demikian pernyataan PBB.
Beberapa pakar PBB beberapa pekan lalu mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]