SANA’A, (Panjimas.com) – Serangan udara pasukan koalisi militer pimpinan Saudi keliru membunuh 8 tentara pemerintah di Yaman Utara Selasa (17/10), menurut laporan sumber lokal Yaman.
Serangan udara Saudi tersebut menargetkan pos penjaga perbatasan Yaman di Mandaba di Provinsi Saada, Yaman Utara, demikian menurut sumber tersebut Rabu (18/10) yang berbicara secara anonim, mengutip laporan Anadolu.
Sejumlah tentara dilaporkan mengalami luka-luka dalam serangan tersebut.
Sumber lokal tersebut mengatakan bahwa serangan pasukan koalisi terjadi bersamaan dengan bentrokan antara pasukan pemerintah Yaman dengan pemberontak Syiah Houthi di daerah tersebut.
Belum ada komentar dari pasukan koalisi militer pimpinan Saudi ataupun pemerintah Yaman mengenai salah dan kelirunya sasaran serangan oleh pasukan koalisi.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi internasional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menuding Kerajaan Saudi terlibat kejahatan perang sebagai akibat dari kampanye pengebomannya yang dapat dianggap sembarangan dan menyebabkan kerusakan berlebihan pada negara tersebut termasuk jumlah korban tewas yang cukup tinggi.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]