JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam Pidato politiknya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajak warga Jakarta untuk menjaga persatuan. Menghadirkan persatuan dalam kehidupan kota, tidak hanya merayakan keragaman tapi merayakan persatuan. Seringkali kita melewatkan persoalan persatuan.
“Ada pepatah Aceh yang bermakna, cilakarumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub. Persatuan dan keguyuban ini yang harus kita perjuangkan. Dimulai dari meruntuhkan sekat-sekat yang menjadi penghalang interaksi antarkomponen masyarakat. Terutama pemisah antara ruang bagi mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi dan tidak,” ungkap Anies.
Dikatakan Anies, “Mari kita hadirkan Jakarta yang bersatu bagi semua karena ruang interaksi terbuka bagi semuanya. Dalam mewujudkan prinsip itu saudara sekalian mari kita kembalikan musyawarah menjadi tradisi kita sebagaimana sila keempat di dalam Pancasila kita yang bunyinya, ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.”
Karena itu, majelis-majelis warga akan dihidupkan kembali. Semua majelis-majelis warga dihidupkan. Kota ini tidak boleh hanya sekedar perintah gubernur sampai ke bawah.
“Dengarkan kata rakyat, maka kita hidupkan seluruh majelis-majelis yang ada di kota ini. Ada banyak sekali majelis saudara-saudara sekalian. Kita hidupkan semuanya. Musyawarah kota terutama untuk menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman.”
Kalau kata orang Minang istilahnya tuah sakato, dalam kesepakatan berdasar musyawarah itu terkandung tuah tentang kebermanfaatan.
Keadilan Sosial
Kata Anies, yang kelima, di ujungnya dan ini yang paling mendasar. Ini paling penting, yang kita perjuangkan sama sama sepanjang kampanye kemarin adalah pelaksanaan sila kelima yang bunyinya, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Itu yang akan kita jadikan fondasi persatuan di Jakarta.
Kita jadi ingat pada saat dulu republik ini dibuat, pesannya jelas, pesannya jelas. Kita tidak hendak membangun suatu negara untuk sekelompok orang. Dan Bung Karno mengatakan demikian, “Kita hendak membangun satu negara untuk semua bukan untuk satu orang, bukan satu golongan, bukan untuk satu golongan bangsawan maupun golongan orang kaya, tapi untuk semua karena itu saudara sekalian, pengambilan kebijakan di kota ini haruslah bisa didasarkan pada kepentingan publik.”
Menurut Anies, pengelolaan tanah, pengelolaan air, pengelolaan teluk, dan pengelolaan pulau tidak boleh diletakkan atas dasar kepentingan individu. Pengelolaan itu semua tidak boleh untuk kepentingan satu golongan, tidak boleh untuk kepentingan satu perhimpunan, tidak boleh untuk kepentingan korporasi, tetapi itu untuk kepentingan untuk warga Jakarta semua. Semua untuk semua, Jakarta untuk semua. Inilah semangat pembangunan yang kita letakkan sama-sama untuk Jakarta.
Gubernur dan wakil gubernur tentu menjadi pemimpin bagi semua dan harus menghadirkan keadilan bagi semua. Namun, jelas kami tegaskan bahwa tekad kita adalah mengutamakan pembelaan yang nyata kepada mereka yang selama ini tak mampu membela dirinya sendiri.
Mengangkat mereka yang selama ini terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri. Bang Sandi tadi sudah mengungkapkan komitmen dan paradigma ke depan tentang rencana pembangunan kota ini.Bang Sandi sudah jabarkan bagaimana kita bersama-sama membangun dan mengelola kampung, mengelola jalan, sekolah, puskesmas, pasar, angkot, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Seperti kata Bang Sandi, ini adalah satu langkah bersama ke depan memastikan Jakarta yang lebih ramah rimpi untuk semua. Untuk itu, izinkan kami mengajak seluruh warga menjadikan usaha, memajukan kota sebagai sebuah gotong royong, sebagai sebuah gerakan, pembangunan kota ke depan gubernur bukanlah sekadar administrator bagi penduduk kota. (desastian)