NEW DELHI, (Panjimas.com) – Pengadilan Tertinggi India, Mahkamah Agung Jumat (13/10) lalu menahan pemerintah untuk mendeportasi pengungsi Muslim Rohingya dari India sampai tanggal 21 November mendatang, saat kasus tersebut akan kembali dipersidangkan.
“Kita tidak bisa melupakan penderitaan anak-anak dan perempuan,” jelas Mahkamah Agung India, dikutip dari Anadolu.
Mahkamah Agung (MA) India menambahkan bahwa persoalan tersebut haruslah mencapai titik keseimbangan antara unsur hak asasi manusia dan keamanan nasional.
“Konstitusi didasarkan pada nilai kemanusiaan. Negara memiliki peran multi-cabang,” mengutip laporan India Today.
Dalam sebuah affidavit (surat keterangan tertulis dibawah sumpah) yang diajukan ke Mahkamah Agung pada pertengahan September lalu, pemerintah India membenarkan rencana kebijakan untuk mendeportasi para pengungsi Rohingya tersebut, dengan mengatakan bahwa hal tersebut memiliki konsekuensi serius terhadap keamanan nasional.
Pemerintah India mengatakan ingin mendeportasi sekitar 40.000 pengungsi Rohingya di India meskipun mendapat kritik keras terhadap tindakan semacam itu; Sudah 39 Muslim Rohingya dikatakan dideportasi dalam tiga pekan terakhir.
Harian Dhaka Tribune yang berbasis di Bangladesh mengatakan pada hari Jumat (13/10) bahwa Unit Keamanan Perbatasan India mendeportasi 18 Muslim Rohingya lainnya ke Bangladesh pada hari Jumat (13/10) meskipun adanya keputusan penangguhan Mahkamah Agung yang dilaporkan sebelumnya.
Dalam pernyataannya juru bicara Perdana Menteri Bangladesh, Nazrul Islam, mengatakan bahwa anak-anak termasuk di antara 18 orang yang dideportasi pagi ini dari perbatasan Satkhira.
Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari operasi militer di Myanmar di mana tentara dan gerombolan ektrimis Buddha membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah-rumah mereka dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Sejak 25 Agustus lalu, saat Militer melancarkan operasi brutalnya terhadap penduduk Rohingya, 536.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari negara bagian Rakhine menuju ke wilayah Bangladesh, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
Ini adalah gerakan “terbesar dan tercepat” dari populasi sipil di Asia sejak tahun 1970an, demikian pernyataan PBB.
Di antara mereka ada yang mencari perlindungan di wilayah India, yang berbatasan dengan Myanmar.[IZ]