ISTANBUL, (Panjimas.com) – Sekelompok anggota Parlemen Turki dikabarkan akan segera mengunjungi Muslim Rohingya di Bangladesh untuk menilai situasi mereka secara langsung, demikian pernyataan Ketua Uni-Parlemen Organisasi Kerjasama Islam, , seperti dilansir Anadolu.
Orhan Atalay, yang juga merupakan anggota Parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa di Turki (AKP) dari Provinsi Adana, menjelaskan keputusan tersebut dibuat dalam pertemuan Komite Eksekutif Badan Legislatif Parlemen di ibukota Iran, Teheran, Sabtu (07/10).
Kunjungan para anggota Parlemen ke Bangladesh diperkirakan akan berlangsung sebelum Konferensi Umum PUOIC (Parliamentary Union of Organization of Islamic Cooperation) pada 10 Januari 2018 mendatang di Teheran.
“Kami mengusulkan item tersebut ada dalam agenda, [berfokus] tentang apa yang bisa dilakukan untuk situasi tragis Muslim Arakan/Rohingya,” pungkasnya.
“Proposal kami diajukan untuk ‘disetujui dan diterima dengan suara bulat”, tandasnya.
Atalay mengatakan bahwa anggota Parlemen Turki akan mengunjungi kamp-kamp Muslim Rohingya di Bangladesh.
Atalay mengatakan bahwa Komite Eksekutif Badan Legislatif Parlemen PUOIC juga memutuskan untuk mendukung “sebuah kerjasama institutif” melawan terorisme dan ekstremisme.
Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari operasi militer di Myanmar di mana tentara dan gerombolan ektrimis Buddha membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah-rumah mereka dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Sejak 25 Agustus lalu, saat Militer melancarkan operasi brutalnya terhadap penduduk Rohingya, 519.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari negara bagian Rakhine menuju ke wilayah Bangladesh, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
Ini adalah gerakan “terbesar dan tercepat” dari populasi sipil di Asia sejak tahun 1970an, demikian pernyataan PBB.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Beberapa pakar PBB beberapa pekan lalu mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]