JAKARTA, (Panjimas.com) – Mahkamah konstitusi atau MK menggelar sidang Pengujian Formil dan Materil tentang Pasal 59 ayat (4) huruf C, Pasal 61 ayat (3) Pasal 62, Pasal 80, Pasal 82 ayat (1), (2), dan (3) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Perppu Ormas dengan agenda Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait pada Kamis (12/10).
Dalam sidang Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait dan Ahli Pemohon (14/9), Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin menyoroti dua isu konstitusional terkait Perppu Ormas. Pertama, jaminan kepastian hukum adanya redefinisi dari UU ormas pada Perppu Ormas, sebab rasa menganut dalam Pasal 59 ayat (4) huruf C Perppu Ormas bermakna sangat luas dan multitafsir.
Sedangkan, menurut Ahli, materi Perppu seharusnya memberikan kepastian hukum pada masyarakat dan memenuhi syarat kegentingan memaksa serta tidak sarat dengan instrumen penyalahgunaan kekuasaan.
“Jika demikian, maka dialektika masyarakat terhadap perubahan konstitusi akan terancam sehingga perppu ini tidak memberikan kepastian hukum. Jika itu terjadi, penyalahgunaan wewenang tersebut bersaudara kembar dengan ketidakpastian yang menebar kecemasan dalam masyarakat. Dengan demikian, syarat harus dipenuhi oleh sebuah Perppu tidak dipenuhi Perppu Ormas sehingga Perppu ini inkonstitusional,” tutur Irman di hadapan wakil hakim MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Di samping itu, pada uraian kedua, Irman menyoroti asas contrarius actus yang terkandung dalam Perppu Ormas. Dirinya menilai bahwa Perppu tersebut tidak dapat dijadikan alasan kegentingan memaksa untuk segera secara mutlak dituangkan dalam aturan konkret. Oleh karena itu, Irman berpendapat Perppu Ormas menegaskan peran institusi kekuasaan kehakiman. Hal tersebut tampak jelas pada tindakan pembubaran suatu organisasi kemasyarakatan tanpa proses peradilan.
Ahli lain yang dihadirkan Pemohon, yakni Abdul Chair Ramadhan mendalami adanya rumusan yang bersifat multitafsir pada Perppu Ormas. Dirinya mencermati multitafsir tersebut dikaitkan dengan asas legalitas yang dilanggar oleh Perppu Ormas salah satunya adalah penerapan analogi pada penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf C dengan tambahan frasa. “..paham lain yang bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terhadap pembubaran HTI.
Menurutnya, rumusan itu telah mempersamakan ajaran yang berasal dari pemikiran manusia, yakni ateisme, komunisme, atau leninisme dengan ajaran yang bersumber dari ajaran atau ketentuan agama sah, yakni HTI.
Selain itu, Abdul pun memberikan penjabaran terkait tinjauan kausalitas sebab pemerintah menjadi dominan dalam membubarkan ormas atau memberikan sanksi pidana terhadap anggota Ormas yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Dalam hal ini, dirinya mencermati atas hal yang ada pada Pasal 82 A UUD 1945. [DP]