JENEWA, (Panjimas.com) – Serangan brutal Militer Myanmar selama berbulan-bulan terhadap Muslim Rohingya merupakan operasi terpadu dan terorganisir dengan baik yang secara eksplisit dimaksudkan untuk mengusri mereka keluar dari negara tersebut ke Bangladesh dan menghalang-halangi kembalinya mereka, demikian menurut laporan terbaru PBB, Rabu (11/10).
“Serangan brutal terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine Utara telah terorganisir dengan baik, terkoordinasi dan sistematis, dengan tujuan untuk tidak hanya mengusir penduduk [Rohingya] keluar dari Myanmar namun juga mencegah mereka untuk kembali ke rumah-rumah mereka,” menurut laporan terbaru PBB berdasarkan 65 wawancara dengan individu dan kelompok yang dilakukan di Bangladesh, dilansir dari Anadolu Ajensi.
“Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap penduduk Rohingya dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar yang seringkali dipadukan dengan gerombolan ekstrimis Buddha Rakhine bersenjata,” jelas laporan PBB tersebut.
“Dalam beberapa kasus, sebelum dan selama serangan, megafon (pengeras suara) digunakan untuk mengumumkan: “Anda tidak termasuk di sini – pergi ke Bangladesh Jika Anda tidak pergi, Kami akan membakar rumah-rumah Anda dan membunuh Anda,” pungkasnya.
Laporan PBB ini juga menyoroti strategi untuk “menanamkan ketakutan dan trauma mendalam dan meluas – baik secara fisik, emosional dan psikologis” di antara populasi Muslim Rohingya.
Laporan tersebut menyebut operasi yang diluncurkan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap Rohingya merupakan “operasi-operasi pembersihan etnis” Muslim Rohingya.
Dengan memperhatikan keprihatinan serius dan mendalam atas keamanan ratusan ribu penduduk Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine, PBB mendesak pihak berwenang Myanmar untuk “segera mengizinkan penggiat kemanusiaan dan hak asasi manusia untuk dapat mengakses ke wilayah-wilayah yang dilanda bencana kemanusiaan tersebut.”
Masjid Dibakar dan Al-Quran Dinistakan
Anggota Misi dari Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia, Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) Thomas Hunecke mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa “Kami telah menerima informasi yang sangat kredibel bahwa ranjau-ranjau darat ditanam setelah 25 Agustus di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh dan seluruh ranjau-ranjau ini telah ditanam untuk mencegah populasi Rohingya agar tidak kembali.”
Memperhatikan bahwa ini tidak hanya merupakan pembersihan etnis tapi juga tindakan religius, anggota Misi OHCHR Myanmar Karin Friedrich mengatakan bahwa ada Masjid yang dibakar dan kitab suci Al-Quran telah dinistakan.
Pembersihan Etnis
Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations High Commissioner for Human Rights Zeid Ra’ad Al Hussein menegaskan bahwa Dewan Keamanan PBB harus mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada Myanmar atas perlakuannya terhadap populasi Muslim Rohingya.
Meskipun ada bantahan dari pemerintah Myanmar, Kepala Badan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan bahwa “sudah jelas apa yang sebenarnya sedang terjadi,” dikutip dari laporan BBC.
Zeid Ra’ad Al Hussein mengatakan pemerintah Myanmar harus mengizinkan akses kepada para penyidik independen.
Zeid Ra’ad Al Hussein menegaskan bahwa operasi pemerintah dan Militer Myanmar di bagian Utara Rakhine merupakan contoh “buku teks pembersihan etnis”.[IZ]