JENEWA, (Panjimas.com) – Laporan hasil penyelidikan PBB mengenai situasi krisis Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar baru-baru ini dirilis, Rabu (11/10). Berdasarkan penyelidikan, PBB menilai Tindakan keras dan brutal oleh pemerintah dan militer Myanmar terhadap Rohingya dilakukan secara sistematis dan bertujuan untuk secara permanen mengusir komunitas Muslim Rohingya dari rumah-rumah di Rakhine.
“Serangan brutal terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine Utara telah diatur dengan baik, terkoordinasi dan sistematis, dengan tujuan untuk tidak hanya mengusir penduduk [Rohingya] keluar dari Myanmar namun juga mencegah mereka untuk kembali ke rumah-rumah mereka,” demikian laporan penyelidikan PBB setelah melalui puluhan wawancara langsung dengan para korban yang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus lalu, dilansir dari Daily Sabah.
Temuan ini dimuat dalam laporan komprehensif pertama mengenai krisis di Negara Rakhine Myanmar oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB.
Berdasarkan 65 wawancara dengan para pengungsi Rohingya, serta informasi dari kelompok bantuan, petugas medis, serta bukti-bukti foto dan video, laporan tersebut mengungkapkan bahwa seluruh desa dibakar, dan penduduk Rohingya dieksekusi, diperkosa dan disiksa.
Anggota Misi dari Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia, Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) Thomas Hunecke mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa “Kami telah menerima informasi yang sangat kredibel bahwa ranjau-ranjau darat ditanam setelah 25 Agustus di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh dan seluruh ranjau-ranjau ini telah ditanam untuk mencegah populasi Rohingya agar tidak kembali.”
Memperhatikan bahwa ini tidak hanya merupakan pembersihan etnis tapi juga tindakan religius, anggota Misi OHCHR Myanmar Karin Friedrich mengatakan bahwa ada Masjid yang dibakar dan kitab suci Al-Quran telah dinistakan, mengutip laporan Anadolu Agency.
Laporan PBB ini juga menyoroti strategi untuk “menanamkan ketakutan dan trauma mendalam dan meluas – baik secara fisik, emosional dan psikologis” di antara populasi Muslim Rohingya.
Laporan tersebut menyebut operasi yang diluncurkan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap Rohingya merupakan “operasi-operasi pembersihan etnis” Muslim Rohingya.
Dengan memperhatikan keprihatinan serius dan mendalam atas keamanan ratusan ribu penduduk Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine, PBB mendesak pihak berwenang Myanmar untuk “segera mengizinkan penggiat kemanusiaan dan hak asasi manusia untuk dapat mengakses ke wilayah-wilayah yang dilanda bencana kemanusiaan tersebut.”
Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations High Commissioner for Human Rights Zeid Ra’ad Al Hussein menegaskan bahwa Dewan Keamanan PBB harus mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada Myanmar atas perlakuannya terhadap populasi Muslim Rohingya.
Meskipun ada bantahan dari pemerintah Myanmar, Kepala Badan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan bahwa “sudah jelas apa yang sebenarnya sedang terjadi,” dikutip dari laporan BBC.
Zeid Ra’ad Al Hussein mengatakan pemerintah Myanmar harus mengizinkan akses kepada para penyidik independen.
Zeid Ra’ad Al Hussein menegaskan bahwa operasi pemerintah dan Militer Myanmar di bagian Utara Rakhine merupakan contoh “buku teks pembersihan etnis”.[IZ]