TANGERANG (Panjimas.com) – Di era digital, masyarakat lebih banyak mengkonsumsi berita dan informasi. Hal yang penting dari penyajian berita dan informasi adalah adanya cek dan ricek sehingga informasi itu memiliki kebenaran dan fakta yang dipertanggungjawabkan.
Hal itu diungkapkan Penulis Buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong, Tjahja Gunawan Diredja, yang juga pembina Forjim, dalam acara kajian menulis di Masjid An Nabawi, Tangerang, Ahad (8/10/2017). Acara tersebut kerjasama DKM Masjid An Nabawi dan juga komunitas Bengkel Hati Al Hidayah, Tangerang.
“Di era digital, masyarakat lebih banyak mengkonsumsi berita dan informasi. Sekarang itu banyak informasi diberitakan di media dan media sosial itu orang ragu. Cek and ricek itu harus dilihat dulu dan informasi langsung. Penting juga menulis dengan hati di media sosial,” ujar mantan wartawan ekonomi Harian Kompas ini.
Menurut Tjahja yang juga pemimpin redaksi AHAD.CO.Id, dalam dunia menulis patokannya sangat sederhana yakni harus ada subyek, predikat dan obyek dalam penulisan. Selain itu harus memakai kata-kata yang baku. Karena itulah, menulis adalah penting untuk memberitahukan kepada orang lain tentang informasi terkait banyak hal di media sosial. Misalnya tentang tragedi Rohingya di Myanmar, PKI dan sejarah kelam Indonesia dan HUT ke-72 TNI serta Jenderal Gatot Nurmantyo.
“Menulis adalah memberitahu kepada yang lain. Misalnya soal Rohingya, PKI dan sejarah. Sekarang kita perang di media sosial. Sejarah membuktikan bahwasanya PKI adalah komunis yang anti agama. Itu jelas. Jadi kita semua harus mengetahui sejarah dengan benar,” jelasnya.
Hal menarik lainnya harus diperhatikan adalah aktualitas dalam menulis. Misalnya kisah film kolosal Jenderal Sudirman yang saat ini viral. Film tersebut diperankan cucunya Jenderal Sudirman. Sejarah mencatat saat perang kemerdekaan Jenderal Sudirman telah mengukir teladan kebaikan. Dikisahkan sebelum berperang dan berjuang melawan penjajah Belanja, Jenderal Sudirman ternyata lebih dahulu berdzikir dan sholat tahajud dulu. “Ini yang membuat saya merinding mendengarnya.”
Keterampilan menulis, terang Tjahja, harus dilatih dan juga harus sering-sering berkumpul bersama penulis. Selain itu seorang penulis harus rajin membaca. “Itu penting”.
“Melatih menulis itu dari membaca. Dan harus aktual dan dibicarakan orang dan viral. Dalam konteks Islam harus sesuai dengan keIslaman. Ada sebuah ide dan gagasan itu tulis-tulis saja,” jelasnya.
Dalam era media sosial ini, tambahnya, masyarakat sebaiknya tidak membaca media-media mainstream yang berita dan informasinya pro penguasa dan hanya menerapkan sistem bisnis dan kapitalisme semata. Untuk penerapan ideologi pers hanya slogan saja.
“Kita jangan membaca media mainstream yang pro penguasa semata. Apalagi saat ini informasi yang ada di media sosial begitu banyak. Dan percepatan berita dan informasi begitu cepat dan aktual,” imbuhnya.
Sekilas Bengkel Hati
Ketua Bengkel Hati Syariful Alam memberikan apresiasi dengan kajian menulis yang disampaikan Tjahja Gunawan Diredja. Dengan kajian ini memberikan motivasi dan semangat peserta kajian untuk terus membaca dan terus menghasilkan karya dengan menulis.
“Kajian ini memberikan inspirasi dalam menulis bagi peserta kajian. Menulis bisa mengasah otak dan mentransfer ilmu kepada publik. Ini penting untuk umat Islam. Islam mengajarkan kita untuk terus belajar, menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu,” ucapnya.
Alam yang juga Ketua Divisi Keorganisasian dan Keanggotaan Forjim berharap kajian-kajian literasi dan mentransfer keilmuan bagi umat Islam terus digalakkan sehingga umat Islam semakin mencintai ilmu dan terus belajar.
Lembaga Bengkel Hati, ujarnya, adalah suatu organisasi yang fokus dalam pembinaan kemasyarakatan, pelatihan bisnis dan kajian Islam serta menggalakkan olahraga sunnah Rosulullah. (alam/des)