LONDON, (Panjimas.com) – Sebuah gelar kehormatan Inggris yang diberikan kepada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi telah dicabut di tengah kekejaman brutal yang menargetkan minoritas Muslim Rohingya di negaranya, sehingga menyebabkan lebih dari setengah juta penduduk Rohingya terpaksa melarikan diri untuk berlindung di negara tetangga Bangladesh.
Pemimpin Dewan Kota Oxford Bob Price mendukung mosi tersebut untuk mencabut gelar kehormatan yang disematkan pada Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi.
Orang-orang “sangat terkejut” dengan situasi di Myanmar, pungkas Bob Price, dikutip dari AA.
Dia menyebutnya itu “luar biasa” bahwa Suu Kyi tidak berbicara tentang kekejaman di Myanmar.
Gelar Kehormatan “Kebebasan” dari Oxford adalah gelar yang diberikan kepada orang-orang yang melakukan suatu perbedaan besar, dan mereka yang memilikinya menurut pendapat dewan Oxford memberikan pelayanan terbaik ke kota.
St Hugh’s College di Oxford memindahkan potret Suu Kyi dari layarnya pekan lalu.
Kekerasan di negara bagian Rakhine menuai kecaman keras internasional terhadap pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, dirinya dianggap kurang proaktif dalam membantu anggota minoritas Muslim Rohingya, yang ditolak kewarganegaraannya di Myanmar yang didominasi umat Buddha itu.
Pemimpin de facto pemerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi, telah membuat beberapa komentar publik tentang krisis Rohingya ini. Sementara pendukung hak asasi manusia internasional terus mengkritik keras diamnya Suu Kyi. Para analis politik mengatakan masalah ini menunjukkan terbatasnya kekuatan Suu Kyi dan Partai NLD dalam peemrintahan, pihak militer Myanmar masih mengontrol Kementerian-Kemeneterian kunci seperti Kementrian Dalam Negeri, Kementerian Urusan Perbatasan dan Kementerian Pertahanan.
Partai NLD, pimpinan Suu Kyi, mengambil alih kekuasaan pada bulan April 2016, setelah berhasil memenangkan pemilihan umum tahun lalu, kepemimpinan NLD ini membawa Myanmar mengakhiri puluhan tahun kekuasaan rezim militer. Peristiwa baru-baru ini di negara bagian Arakan, serta konflik baru di bagian timur negara itu, antara tentara Myanmar dan kelompok pemberontak etnis, telah menyebabkan banyak pertanyaan, siapakah yang sebenarnya memegang kendali pemerintahan Myanmar?
Lebih dari setengah juta Muslim Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak 25 Agustus, menurut laporan PBB Kamis (28/09).
Duniya Aslam Khan, Staf Komunikasi untuk Badan Pengungsi UNHCR, mengatakan bahwa 501.000 pengungsi Rohingya sekarang ini berada di kamp-kamp dan tempat tinggal sementara di sekitar kota Cox’s Bazaar, Bangladesh, dilansir dari Anadolu.
Joel Millman, juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mengatakan pada hari Selasa (26/09) bahwa penduduk Rohingya yang menyeberang ke Bangladesh telah mencapai 480.000 jiwa.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Beberapa pakar PBB pada hari Selasa pekan lalu juga mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]