JENEWA, (Panjimas.com) – UNICEF pada hari Senin (02/10) mengumumkan permintaanya sejumlah $76,1 juta dollar kepad negara-negara donor untuk membantu anak-anak Rohingya yang terkena dampak krisis pengungsi di Bangladesh Selatan.
Permintaan UNICEF sebelumnya senilai $7 juta dollar untuk para pengungsi Rohingya ini telah diperluas menjadi lebih dari sepuluh kali lipat yakni $ 76,1 juta dollar karena “skala krisis yang cepat sekali meluas,” kata Badan Dana Anak PBB tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Permintaan tersebut akan mencakup kebutuhan mendesak untuk anak-anak Rohingya yang baru tiba, dan juga orang-orang yang tiba sebelum masuknya gelombang pengungsi baru-baru ini, dan anak-anak dari komunitas yang rentan [di Bangladesh]”, menurut UNICEF, dikutip dari AA.
Menurut UNICEF, Sampai sekitar 60 persen dari separuh juta pengungsi Rohingya [507.000] yang telah meninggalkan Myanmar sejak 25 Agustus adalah anak-anak.
“Dengan penuh keputus-asaan, anak-anak yang trauma serta keluarga mereka melarikan diri dari kekerasan di Myanmar setiap harinya. Kami meningkatkan respons kami secepat mungkin, namun besarnya kebutuhan sangat besar dan kita harus dapat berbuat lebih banyak untuk membantu mereka. Anak-anak ini ditolak pada masa kanak-kanaknya,” ujar Anthony Lake, Direktur Eksekutif UNICEF, dalam sebuah pernyataan.
Lebih dari setengah juta Muslim Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak 25 Agustus, menurut laporan PBB Kamis (28/09).
Duniya Aslam Khan, Staf Komunikasi untuk Badan Pengungsi UNHCR, mengatakan bahwa 501.000 pengungsi Rohingya sekarang ini berada di kamp-kamp dan tempat tinggal sementara di sekitar kota Cox’s Bazaar, Bangladesh, dilansir dari Anadolu.
Joel Millman, juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mengatakan pada hari Selasa (26/09) bahwa penduduk Rohingya yang menyeberang ke Bangladesh telah mencapai 480.000 jiwa.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Beberapa pakar PBB pada hari Selasa pekan lalu juga mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]