AMMAN, (Panjimas.com) – Raja Yordania Abdullah II pada hari Selasa (03/10) mengulangi dukungan negaranya atas keamanan Irak, serta stabilitas, integritas teritorial, dan kohesi rakyatnya.
Pernyataan Raja Abdullah II tersebut disampaikan dalam percakapan telepon dengan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, demikian menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Jordan’s Royal Court, Pengadilan Kerajaan Yordania, dilansir dari Anadolu.
Menurut pernyataan tersebut, Raja Abdullah II menekankan dukungan penuh Yordania atas usaha-usaha pemerintah Irak dalam melawan terorisme dan meluncurkan sebuah proses politik yang bertujuan untuk mencakup semua komponen rakyat Irak, dengan maksud berkontribusi pada negara Irak yang aman, stabil, dan bersatu.
Seruan Abdullah II ke PM al-Abadi ini disampaikan setelah pemerintah Yordania mengumumkan keprihatinan mendalamnya atas “referendum sepihak” yang tidak sah yang dilakukan oleh wilayah Kurdi Irak pada akhir September lalu.
Menteri Urusan Media Yordania Mohammed al-Momani pada hari Selasa (03/10) mengatakamn bahwa Yordania prihatin dengan dampak dari jajak pendapat ilegal tersebut, mengenai kohesi rakyat Irak dan kesatuan wilayah Irak.”
Pada hari Senin (25/09), warga Irak di daerah yang berada di bawah kendali Pemerintah Daerah Kurdistan, Kurdish Regional Government (KRG) serta wilayah-wilayah yang dipersengketakan antara Baghdad dan Erbil menggelar pemilihan dalam sebuah referendum mengenai apakah mereka akan memisahkan diri dari Irak atau tidak.
Menurut hasil yang diumumkan oleh KRG, hampir 93 persen pemilih terdaftar memberikan suara untuk kemerdekaan wilayah Kurdi dari Irak.
Referendum ilegal tersebut menghadapi oposisi yang tajam dari sebagian besar aktor regional dan internasional, banyak di antaranya memperingatkan bahwa jajak pendapat tersebut akan mengalihkan perhatian dari perang melawan terorisme Irak dan selanjutnya mengguncang kestabilan wilayah tersebut.
Baghdad, Turki, Iran, A.S. dan PBB telah berbicara menentang digelarnya referendum Kurdi tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu hanya akan mengalihkan perhatian dari operasi peperangan terhadap Islamic State (IS) dan selanjutnya memicu situasi kawasan tersebut menjadi tidak stabil.
Pemerintah Pusat Irak telah mengancam akan melakukan intervensi secara militer jika suara tersebut mengarah pada situasi kekerasan.
Presiden KRG (Kurdish Regional Government) Masoud Barzani menegaskan kemenangan “Yes” tidak akan menghasilkan deklarasi kemerdekaan secara otomatis namun hanya akan mengarah pada perundingan lebih lanjut dengan Baghdad.[IZ]