JAKARTA (Panjimas.com) – Kamis (28/9) lalu, Jonru ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Jonru dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dua tuduhan menghina Joko Widodo dan mempelesetkan nama Muannas Al Aidid menjadi Aidit (tokoh PKI). Keduanya dilakukan Jonru lewat laman Facebook-nya.
Usai ditangkap, pada Jumat (29/9) dinihari, sekitar jam 03.00, rumah Jonru yang berada di kawasan Kampung Makassar, Jakarta Timur, turut digeledah. Dari rumah Jonru inilah polisi menyita satu buah laptop, satu buah hardisk, dan satu eksemplar buku “Diary 212” yang disusun oleh Nurbowo.
Dikait-kaitkan dengan Jonru, Penulis dan distributor buku “Diary 212” merasa perlu menggelar konferensi pers untuk menjelaskan hubungan buku itu dengan Jonru, yang tak lain hanyalah bisnis belaka.
Kepada sejumlah wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Muslim (Forjim) dalam Konferensi Pers di Resto Larazetta, Tebet, Jakarta, Rabu (4/10) sore, Penulis buku “Diary 212” Nurbowo mengatakan, buku yang disusunnya hanyalah kumpulan tulisan-tulisan yang sudah berserakan di berbagai media sosial pasca Aksi 212, Desember tahun lalu. Ia pun mengaku telah meminta izin kepada orang-orang yang tulisannya dimuat dalam buku tersebut.
“Ini buku kumpulan dari tulisan-tuisan yang terserak. Saya tambahi dengan tulisan-tulisan saya yang telah dimuat di tabloid Suara Islam,” ungkap Nurbowo dalam diskusi tentang buku “Diary 212” di Jakarta.
Terkait proses penerbitan dan pencetakan buku tersebut, Nurbowo berkisah dirinya didukung oleh para aktivis dakwah yang tergabung dalam Forum Alumni Muslim-Institut Pertanian Bogor (FAM-IPB). Tetapi sayang, sumber daya yang mereka miliki hanya mampu untuk mencetak 1000 eksemplar saja. Sementara percetakan maunya mencetak tiga ribu eksemplar.
Di tengah kesulitan itu, Nurbowo akhirnya bertemu kawan di lembaga sosial dan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan menawarinya supaya membeli buku tersebut 1000 eksemplar dibayar di muka. Akhirnya disepakati ACT turut membeli buku tersebut dengan harga biaya cetak.
“Hubungan dengan ACT murni bisnis. Logo dicantumkan,” jelas Nurbowo yang juga seorang jurnalis kemanusiaan itu.
Pada akhirnya buku “Diary 212” yang disusun Nurbowo ini diterbitkan atas nama Forum Alumni Muslim Institut Pertanian Bogor (FAM-IPB) dengan didukung Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan GNPF-MUI.
Dengan dukungan itulah buku tersebut lalu dicetak tiga ribu eksemplar. Pendistribusiannya dibagi tiga. 1000 eksemplar dijual secara umum, 1000 eksemplar dikirimkan ke ACT, 1000 eksemplar lagi dikirimkan ke MUI dengan maksud jika laku terjual dananya bisa digunakan untuk aktivitas dakwah. “Saya tidak tahu sudah habis apa belum,” tambahnya.
Bisnis Buku Jonru
Untuk menjual 1000 buku yang ada ditangannya, Nurbowo memilih distributor buku online, pilihbuku.com untuk menjualnya. Dari sinilah kemudian buku itu juga terdistribusi melalui Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru yang mampu menjual buku melalui jejaring sosial media yang dikelolanya.
Penjelasan Nurbowo ini diamini oleh pemilik distributor buku pilihbuku.com, Ahmad Syakib. “Jonru itu dapat dari saya. Jual beli, bisnis,” ungkap Syakib yang mengaku telah mengenal Jonru sejak 2005 silam.
Jonru, kata Syakib, mengambil buku “Diary 212” kepada dirinya dengan persentasi bagi hasil 45-55. Pria yang fanspagenya memiliki 1,5 juta pengikut itu disebut mengambil 500 eksemplar. “Awalnya kita kirim cuma 50 eksemplar. Dalam waktu dua hari habis,” kata dia.
Dengan fakta-fakta inilah, menurut jurnalis senior Herry Mohammad, buku “Diary 212”, penerbit maupun lembaga yang mendukung penerbitan buku setebal 436 halaman ini sama sekali tidak terkait dengan kasus yang dihadapi Jonru saat ini.
“Jonru melalui laman media sosialnya sekadar mengapresiasi Buku Diary 212 dan ikut memasarkan serta memetik keuntungan dari buku ini,’’ kata Herry. (desastian)