BEKASI, (Panjimas.com) – Pada lanjutan sidang kasus ujaran kebencian yang terjadi pada Aksi Bela Islam 411 dimana saat itu Kapolda Metro Jaya melakukan aksi memprovokasi masa FPI dengan masa HMI. Kemudian video kejadian itu muncul di Youtube yang menjadikan Muhammad Hidayat, seorang warga Bekasi ditangkap dengan tuduhan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik kapolda atas apa yang dilakukannya.
Proses persidangan terdakwa Muhammad Hidayat terus berjalan dan saat ini agenda sidangnya sudah melewati agenda eksepsi, pada Selasa (3/10) di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi. Dalam lanjutan sidang itu Tim Penasihat Hukum Muhammad Hidayat dan Ketua Majelis Hakim bersama sama mendengarkan jawaban JPU atas nota keberatan Penasihat Hukum yang sudah disampaikan pada sidang sebelumnya.
Seperti yang sudah diketahui, bahwa Muhammad Hidayat Simanjuntak, adalah seorang warga Bekasi yang melaporkan tentang laporan polisi atas ujaran kebencian yang dilakukan oleh Kaesang Pangarep (anak dari Presiden Joko Widodo). Tetapi kemudian bukannya kasus itu yang diproses, melainkan kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya pada Aksi Bela Islam 411.
Dimana beredar video di Youtube, saat Kapolda memprovokasi masa HMI dengan masa FPI. Salah satu yang mengunggah video itu di Youtube adalah Muhammad Hidayat yang terlebih dahulu sebelumnya mengambil dari video lain tentang kejadian itu. Akhirnya atas aktivitas itu Hidayat ditangkap dan dituduhkan pasal ujaran kebencian dan pencemaran nama baik.
Pada sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang terjadi saat “Aksi 411” itu Tim Penasihat Hukum yang dipimpin oleh Abdullah Al Katiri mendengarkan jawaban JPU atas keberatan dakwaan yang disampaikan Timnya pada sidang sebelumnya.
“Sikap kami sangat jelas untuk kami sampaikan, bahwa ada dakwaan Jaksa yang menggunakan pasal 31 ayat 2 UU ITE, sedangkan apa yang diupload di Youtube oleh Hidayat itu adalah suatu yang sebelumnya itu juga sudah diupload orang lain dan itu adalah milik kepentingan umum (publik). Jadi jelas tidak ada kepemilikan resminya,” ujar Abdullah Al Katiri
Masih menurut Al Katiri, kalau itu bersifat umum, maka siapapun juga boleh kalau mau merubah di situ, gak ada masalah itu dan boleh boleh saja, menurutnya. Karena itu bersifat umum dan untuk publik.
Saat ditanya tentang isi konten yang diupload oleh Hidayat, Al Katiri menyampaikang bahwa dalam video tersebut, kliennya hanya melontarkan kalimat tanya ‘Apa Bukan Elo Provokatornya Jendral ? Menurutnya, dalam hukum hal tersebut bukanlah sebuah pernyataan resmi dan bukan juga sebuah bentuk penegasan.
“Kalau di dalam hukum, kalimat tanya itu belum merupakan pernyataan. Dan kalau kalimat pertanyaan itu masih belum masuk delik,” ujar Al Katiri.
Dalam sidang itu JPU juga menyangkal bahwa dalam dakwaan menggunakan kalimat “Masa HMI dan massa FPI serta massa Kapolda”. Namun hal ini dipertanyakan juga oleh penasihat hukum. Justru kalimat itu ada di dalam dakwaan yang dibuat oleh JPU.
“Kalau kami kan hanya melihat dan membaca saja dari dakwaan yang ada. Disitu ditulis bahwa ada massa kapolda. Ini kan aneh, sebab Kapolda itu kan sebuah institusi resmi dan terhormat, masak iya punya massa. Sebab yang punya massa itu hanya ormas atau organisasi saja. Sekali lagi jelas bahwa dakwaan jaksa itu banyak yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kondisi dan fakta fakta yang ada,” pungkas Al Katiri. [ES]