JAKARTA (Panjimas.com) – “Sikap dan posisi Parmusi terhadap kekuasaan pemerintahan yang kita laksanakan, bercermin terhadap sikap keteladanan tokoh legendaris Masyumi, Bapak H.M. Natsir, Kasman Singodimedjo, Sjafrudin Prawiranegara, yang kita cintai bersama.”
Demikian disampaikan Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam dalam pidato panjangnya saat Milad ke-18 Parmusi di Masjid At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Rabu (26/) malam.
Ketika rezim pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto semakin jauh menggunakan falsafah negara Pancasila untuk menekan dan mengancam lawan-lawan politiknya, terutama lingkaran kekuasaannya yang kian menjadi-jadi mendzalimi ummat Islam di penghujung dekade 1970-an.
Pada 5 Mei 1980 mereka turut menadatangangani Petisi 50 bersama mantan Gubernur Jakarta Letjen Mar (purn) Ali Sadikin dan mantan Pangdam III Siliwangi Mayjen (Purn) H.R Dharsono, sebagai ungkapan keprihatinan terhadap Presiden yang disampaikan kepada Parlemen.
“Sejatinya, dengan kekuatan ummat Islam yang bersatu dengan kekuatan para pengikut lima puluh tokoh penandatangan Petisi 50, baik dari lingkungan purnawirawan militer dan golongan nasionalis,” papar Usamah.
Ketiga tokoh Masyumi tersebut dapat bergerak memobilisasi umat untuk menjatuhkan kekuasaan pemerintahan. Tetapi hal itu sama sekali tidak dilakukan, karena berbagai pertimbangan strategis konstitusional, termasuk keselamatan umat, bangsa, dan negara, sekalipun pada akhirnya mereka harus menerima konsekuensi dikucilkan oleh kekuasaan.
Lebih lanjut Usamah menjelaskan, kita juga harus belajar dari keberanian Nabi Musa dan Nabi Harun sebagaimana dilukiskan dalam firman Allah SWT di dalam surat Thaaha, ketika mereka harus meluruskan dan meyakinkan kekuasaan Raja Firaun yang dzalim agar patuh pada Allah SWT.
Belajar dari perjalanan sejarah dan firman Allah SWT itu lah, pada saat golongan umat Islam menghadapi situasi kritis dalam perjuangan Aksi Bela Islam sepanjang 2017 lalu.
Puncaknya ditandai dengan penangkapan Koordinator Organizing Committee Aksi 313 di depan Istana Negara, KH Muhammad Al Khatthath dan akivis mahasiswa pergerakan Islam lainnya dengan tuduhan makar, serta upaya kriminalisasi dan penangkapan Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab yang kemudian hijrah ke Mekkah, Parmusi tidak tinggal diam.
Parmusi secara tegas menolak upaya kriminalisasi terhadap ulama dan aktvis Islam. “Stop, Kriminalisasi terhadap Imam Besar FPI dan aktivis Islam lainnya! (desastian)