NEW YORK, (Panjimas.com) – Kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar nampaknya merupakan pembersihan etnis, demikian pernyataan Duta Besar A.S. untuk PBB di New York, Kamis (28/09).
“Kami tidak perlu takut untuk menyebut tindakan pihak berwenang Burma sebagaimana apa adanya terjadi : kampanye yang brutal dan berkelanjutan untuk membersihkan negara dari sebuah etnis minoritas,” pungkas Nikki Haley saatberbicara dalam forum Dewan Keamanan PBB saat pertemuan terbuka pertama kali untuk membahasa konflik Myanmar dalam delapan tahun terakhir, dilansir dari AA.
Haley mendesak pemerintah Naypyidaw harus mengizinkan akses media dan akses kemanusiaan ke negara bagian Rakhine, rumah bagi Muslim Rohingya, jika klaimnya untuk memerangi teroris adalah benar.
Kekerasan yang sedang berlangsung seharunya membuat malu pemimpin senior Burma yang telah banyak berkorban untuk Myanmar yang demokratis dan terbuka,” tutur Haley, dengan menggunakan nama bekas Myanmar.
Haley juga mendesak semua negara untuk menunda penjualan persenjataaan ke Myanmar.
Duta Besar A.S. untuk PBB itu juga menuntut agar anggota-anggota Militer yang terlibat dalam pertumpahan darah tersebut, diadili secara hukum.
Lebih dari 501.000 pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus, ungkap Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Kamis (28/09).
Saat berbicara kepada para wartawan pada hari sebelumnya, wakil juru bicara Sekjen PBB Farhan Haq menyebut peristiwa ini sebagai “gerakan pengungsi massal terbesar di wilayah ini dalam beberapa dasawarsa terakhir”.
Sejak 25 Agustus, sekitar 480.000 Rohingya telah menyeberang dari negara bagian Myanmar di Rakhine ke Bangladesh, menurut PBB.[IZ]