JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam rangka mewujudkan perjuangan dan cita-cita organisasi, dalam pidato Milad ke-17 Parmusi 30 September 2016 lalu, Ketua Umum Parmusi H. Usamah Hisyam telah menegaskan, seluruh kader Parmusi di mana pun berada, wajib meninggikan kalimat tauhid ila Allah, untuk memenangkan Islam.
Dikatakan Usamah, komitmen tersebut tentu tidak lah mudah dilaksanakan. Diperlukan sebuah spirit, tekad, dan kesungguhan kita semua dalam berjihad di jalan Allah. Seperti firman Allah SWT: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya…” (QS. Al-Hajj: 78).
“Dalam konteks itulah, mengapa Parmusi mengambil peran signifikan dalam Aksi Bela Al-Quran Al-Maidah 51 yang berlangsung sekitar 10 bulan. Semata-mata dilandasi oleh niat tulus ihlas untuk bersikap teguh serta mewujudkan ketaatan terhadap Allah SWT. Bukan ketaatan kepada penguasa di muka bumi. Semata-mata untuk melaksanakan komitmen organisasi, yakni meninggikan kalimatullah, memenangkan Islam, dengan berbagai konsekuensinya.
Bagi Usamah yang saat itu baru satu tahun menjadi nakhoda Parmusi, bersikap seperti itu memang tak mudah. Sulit dipungkiri, Parmusi sebagai organisasi terbuka dengan tagline “Connecting Muslim”, secara internal harus menghadapi sebuah realita, bahwa terdapat beberapa kader yang juga menjadi anggota sejumlah partai politik, yang justru partainya mendukung penista Al Quran.
“Tetapi harus dipahami, sejumlah kader Parmusi tersebut, secara pribadi tetap berpegang teguh pada arah kebijakan Parmusi, dan secara personal tidak ikut-ikutan pro aktif mendukung penista agama.”
Sedangkan secara eksternal, Parmusi harus berhadap-hadapan dengan elit politik Negara yang berada di dalam lingkaran kekuasaan. Bahkan, pasca aksi 411, atau menjelang Aksi 212 awal Desember 2016, ada kekuatan elit kekuasaan yang secara terang-terangan mengundang dan mengancam Ketua Umum Parmusi.
Ancaman itu begini, bila Parmusi terus terlibat dan mengibarkan bendera dalam aksi-aksi melawan penista agama, maka dalam satu pekan berikutnya, sumber ekonomi Ketua Umum akan dimatikan, untuk melumpuhkan pergerakan Parmusi.
Padahal, Ketua Umum Parmusi hanya seorang pengusaha kelas menengah, pemilik sejumlah media cetak dan online, lembaga riset dan survei, serta usaha marketing communication, yang usahanya sama sekali tidak berhubungan dengan pemerintahan, apalagi APBN. Seluruh biaya Parmusi dalam aksi bela Al Quran pun seratus persen murni datang dari infak para pengurus dan kader, termasuk hasil lelang lukisan berbagai Aksi Bela Islam.
Terhadap tekanan itu semua, atas dukungan moral para tokoh senior, cendekiawan dan alim ulama di Majelis-Majelis Parmusi, serta soliditas rekan-rekan Pengurus Harian, Departemen, Lembaga Dakwah, Lembaga Bantuan Hukum, dan Lembaga Bela Negara, dalam rapat Pimpinan Pusat Parmusi, Ketua Umum Parmusi memutuskan, bahwa ketaatan Parmusi hanya kepada kalimat tauhid ila Allah, bukan kepada kekuasaan. Semua sumber rizki hanya datang dari Allah SWT.
“Berangkat dari situlah, sebagai bentuk niat sungguh-sungguh meninggikan kalimat tauhid ila Allah, sekalipun dianggap sikap perlawanan, Pimpinan Pusat justru menghidupkan dan melatih 500 kader di seputar Jabodetabek untuk memperkuat Lasykar Parmusi. Karena organisasi Parmusi ini harus memiliki militansi.”
Militansi itu hanya dapat terpatri dari ruh jihad fisabilillah. Kita harus konsekuen terhadap semua upaya untuk menegakkan izzul Islam wal muslimin. Karena organisasi kita berazaskan Islam. Organisasi kita harus dan wajib memuliakan Allah SWT, termasuk firman-firman-Nya. (desastian)