KAIRO, (Panjimas.com) – Seorang pejabat Mesir hari Selasa (26/09) mengatakan pencabutan status kewarganegaraan mantan Presiden Mohamed Morsi bergantung pada keputusan pemerintah.
Pekan lalu, Kabinet menyetujui sebuah amandemen yang akan memungkinkan status kewarganegaraan Mesir dicabut dari seseorang yang tergabung dalam entitas yang disebut “berusaha memgacaukan ketertiban umum negara.”
Perubahan tersebut juga memungkinkan pengucilan kewarganegaraan dari orang-orang yang dihukum karena kejahatan yang berkaitan dengan keamanan negara.
Amandemen baru tersebut harus disetujui oleh Parlemen dan diratifikasi oleh Presiden Mesir.
“Pencabutan kewarganegaraan Morsi akan dserahkan pada keputusan kabinet sehubungan dengan amandemen terbaru,” jeals Asisten Menteri Dalam Negeri Ahmed al-Anwar saat berbicara dengan Harian lokal “Al-Akhbar”.
Ahmed al-Anwar mengatakan amandemen tersebut menargetkan “entitas teroris yang secara jelas terbukti … bertujuan untuk merusak keamanan dan stabilitas”.
Awal bulan ini, Pengadilan Banding Tertinggi Mesir menolak pengajuan banding atas Morsi yang diganjar hukuman 25 tahun penjara karena diduga bertindak sebagai mata-mata untuk Qatar.
Tahun lalu, Morsi divonis dengan hukuman 20 tahun penjara karena dugaan pembunuhan. Pada bulan Mei tahun ini, nama Morsi dimasukkan dalam daftar teroris untuk periode tiga tahun.
Mohammad Morsi adalah Presiden Mesir yang terpilih secara demokratis untuk pertam kalinya di Mesir, Ia digulingkan oleh kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah As-Sisi tahun 2013 lalu. Morsi hanya sempat menjabat selama satu tahun di kantor Presiden.
Dirinya telah divonis hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati oleh Pengadilan yang berada dalam kendali As-Sisi, dengan dalih ia dituduh “bersekongkol melawan negara” – bersama dengan kelompok Palestina Hamas dan Hezbollah Libanon – dan akibat dirinya dituduh melarikan diri penjara pada tahun 2011.
Selain itu, Morsi juga telah dihukum dengan hukuman penjara 20 tahun karena diduga melakukan pembunuhan, lagi-lagi putusan ini sangat politis karena lahir pasca ia digulingkan.
Ia juga menghadapi tuduhan “penghinaan” terhadap Peradilan Mesir.
Morsi dan rekan-rekannya yang dipenjarakan As-Sisi, bersama dengan sejumlah pengamat independen internasional, telah mengatakan bahwa tuduhan-tuduhan itu secara politik direkayasa dan diatur sedemikian rupa.
Sejak operasi militer penggulingan terhadapnya serta tindakan pemenjaraan Morsi, pihak berwenang Mesir telah meluncurkan tindakan kekerasan terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin dimana ia menjadi salah satu pimpinannya. Rezim As-Sisi kemudian membunuhi ratusan anggota IM dan memenjarakan puluhan ribu anggotanya. Sementara itu hubungan diplomatik antara Kairo dan Doha telah jatuh secara dramatis dan memburuk. [IZ]