YANGON, (Panjimas.com) – Ketua Dewan Rohingya Eropa, European Rohingya Council (ERC) pada hari Senin (25/09) menuntut penyelidikan independen terhadap pembunuhan massal warga desa Hindu pada 25 Agustus lalu saat pihak berwenang menemukan 45 mayat lain lebih banyak di negara bagian Rakhine Barat yang dilanda konflik tersebut.
Mayat-mayat tersebut, termasuk enam anak ditemukan di tiga kuburan dekat Desa Ye Baw Kya di kota Maungdaw.
Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dituding rezim Myanmar sebagai dalang pembunuhan penduduk-penduduk desa Hindu. Namun, ARSA membantah tuduhan keterlibatannya dalam pembunuhan massal penduduk desa Hindu melalui rilisnya ke beberapa media.
ARSA secara konsisten membantah tuduhan tersebut, dan pada hari Senin seorang juru bicara ARSA mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa klaim pihaknya yang membunuh penduduk desa adalah “kebohongan”.
Dewan Rohingya Eropa juga membantah klaim tersebut, dengan mengatakan masih belum jelas apakah militan atau Angkatan Bersenjata Myanmar terlibat dalam insiden tersebut.
Dalam sebuah e-mailnya ke Anadolu Agency, Ketua Dewan Rohingya Eropa, European Rohingya Council (ERC) Hla Kyaw mengatakan: “Kami tidak dapat secara independen memverifikasi apakah penduduk desa Hindu tersebut benar-benar dibunuh oleh ARSA.”
Hla Kyaw mengatakan bahwa Rohingya telah tinggal dengan sesama anggota komunitas Hindu secara berdampingan selama beberapa generasi di daerah tersebut.
“Kami tidak melihat alasan ARSA melakukan pembunuhan massal terhadap penduduk desa Hindu,”pungkasnya.
Sebaliknya, Hla Kyaw mengatakan, pasukan Myanmar bisa saja terlibat dalam pembunuhan tersebut “karena kesalahan” karena Muslim Rohingya terlihat seperti orang-orang Hindu di daerah itu atau bisa juga karena Militer ingin menciptakan situasi di mana komunitas Hindu di seluruh dunia, termasuk pemerintah India sayap kanan terjebak dalam konflik.
“Menyalahkan Rohingya telah menjadi dalih yang sesuai bagi Angkatan Bersenjata Myanmar untuk memajukan kehancuran komunitas Rohingya,” pungkas Hla Kyaw.
Sementara itu, pernyataan dari Kantor Penasihat Negara Bagian Aung San Suu Kyi, yang mengutip seorang pemimpin masyarakat Hindu di kota Maungdaw, mengklaim bahwa “ratusan militan” diduga terlibat dalam serangan terhadap desa yang menewaskan sekitar 100 orang pada 25 Agustus, Pada hari yang sama ketika ARSA diduga meluncurkan serangan menjelang subuh di 30 pos polisi perbatasan di sepanjang perbatasan Barat Myanmar dengan Bangladesh.
Klaim pemerintah tidak dapat diverifikasi secara independen karena otoritas menghalang-halangi para jurnalis dan pengamat independen bebas bepergian di negara bagian Rakhine.
Dewan Rohingya Eropa mengatakan bahwa pelaku – apakah mereka berasal dari pasukan keamanan ARSA atau Myanmar – harus diseret ke pengadilan.
Ini mendesak pemerintah Myanmar untuk memberikan investigasi internasional independen atas pembunuhan massal warga desa Hindu dan juga warga desa Rohingya di bagian Utara negara bagian Rakhine.
“Semua pembunuhan massal harus diselidiki secara independen oleh tim investigasi yang dipimpin oleh PBB,” imbuh Hla Kyaw.[IZ]