COX’S BAZAR/NEW YORK, (Panjimas.com) – Jumlah Muslim Rohingya yang melarikan diri ke wilayah Bangladesh dalam satu bulan terakhir telah meningkat menjadi 480.000 jiwa, demikian menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR, Selasa (26/09)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada hari Selasa (26/09), perkiraaan jumlah peningkatan sebesar 45.000 jiwa dalam dua hari terakhir.
Dilaporkan bahwa jumlah tersebut meningkat karena 35.000 pengungsi baru belum dimasukkan dalam penghitungan sebelumnya.
“Perubahan jumlah pendatang baru … sebagian disebabkan, diperkirakan sekitar 35.000 pendatang baru menetap di 2 kamp pengungsi, yang tidak dilaporkan dalam laporan situasi terakhir,” jelas Kelompok Koordinasi Antar Sektor Badan-Badan Bantuan Kemanusiaan, Inter-Sector Coordination Group of aid agencies dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Reuters.
Para pengungsi tersebut melarikan diri dari serangan militer Myanmar yang diluncurkan sebagai tanggapan terhadap sekitar 30 serangan terkoordinasi oleh gerilyawan Muslim Rohingya pada 25 Agustus.
PBB mengatakan angka pendatang pengungsi baru yang melintasi perbatasan sudah mulai naik lagi. Sebelumnya, PBB memberi angka lebih dari 435.000 jiwa pengungsi Rohingya pada hari Sabtu (23/09), dikutip dari AFP.
Setelah melaporkan penurunan signifikan dalam kedatangan pekan lalu, laporan baru tersebut menyebutkan ratusan orang telah melintasi perbatasan setiap harinya dalam beberapa hari terakhir.
Sebuah tempat seluas 2.000 acre (delapan kilometer persegi) di dekat kamp-kamp yang ada telah disisihkan untuk menampung para pendatang baru tersebut namun belum ada fasilitas yang dibangun.
Kamp pengungsian dan permukiman darurat di sisi perbatasan Bangladesh telah menampung sekitar 300.000 Rohingya sebelum kekerasan terakhir, dan sekarang ini benar-benar kewalahan.
“Lelaki, perempuan dan anak-anak yang melarikan diri dari kekejaman brutal Militer Myanmar di negara bagian Rakhine menghadapi “risiko tinggi” untuk menjadi korban perdagangan manusia,” terang Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, mengutip laporan Anadolu.
Rohingya telah ditargetkan oleh apa yang disebut Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad Al Hussein digambarkan sebagai “contoh buku teks tentang pembersihan etnis”.
Mereka melarikan diri dari operasi militer di mana pasukan Myanmar dan gerombolan ektrimis Buddha membunuhi Lelaki, perempuan dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah-rumahnya dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Seruan yang dibuat oleh 7 pelapor khusus PBB yang menangani hak asasi manusia tersebut muncul di laman situs resmi Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR).
Beberapa pakar PBB pada hari Selasa juga mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan “semua kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya dan menghentikan penganiayaan yang sedang berlangsung serta berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius”.
Pakar PBB menyatakan terdapat berbagai tuduhan yang kredibel atas pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran serius. Para ahli juga mengatakan Myanmar harus memberikan “akses kemanusiaan secara bebas” kepada organisasi internasional untuk membantu pengungsi di internal Rakhine.
Pernyataan bersama tersebut juga menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia itu mencakup pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekerasan, perlakuan sewenang-wenang dan perlakuan sewenang-wenang yang berlebihan, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan penculikan paksa, “serta pembakaran dan penghancuran lebih dari 200 desa-desa Rohingya dan puluhan ribu rumah “.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar.
Secara keseluruhan, lebih dari 800.000 pengungsi Rohingya sekarang diyakini berada di Bangladesh.[IZ]