Selatan menyerukan masyarakat internasional untuk mengakhiri penindasan Israel terhadap rakyat Palestina, serta penganiayaan yang terus berlanjut terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.
”Kami juga menggunakan jalan kebebasan kami untuk mengingat akan orang-orang tertindas dan yang sedang menderita di belahan dunia lainnya, termasuk di Kashmir, Yaman, dan Somalia,” ujar kordinator aksi demonstrasi Ismail Moola saat diwawancarai Anadolu Ajensi.
Moola mengatakan bahwa pawai solidaritas yang mereka lakukan juga mengingat pembantaian Sabra dan Shatila tahun 1980-an di kamp-kamp pengungsian Libanon.
Pada tanggal 16 September 1982, milisi sayap kanan Kristen ‘Phalange’ menyerang kamp pengungsian Sabra dan Shatila di Beirut Barat dan memulai pembantaian yang diakhiri dengan kematian ratusan warga sipil Palestina.
Sekitar 600 warga Afrika Selatan turut berpartisipasi dalam aksi demonstrasi Ahad (24/09) yang digelar di kota lenasia, Johannesburg Selatan.
Ratusan massa meneriakkan slogan “Free Palestine”, dan kebanyakan melambai-lambaikan bendera-bendera Palestina.
“Kami mengecam keras penindasan Palestina oleh Israel dan menuntut PBB untuk segera mengakhiri penindasan ini,” pungkas mantan aktivis anti-apartheid Ram Salojee.
Salojee juga mengutuk keras demosntrasi persenjataan nuklir yang sedang berlangsung dan bahkan sedang dikembangkan di beberapa negara, Salojee menyebut mereka sebagai ancaman bagi keamanan internasional.
Israel telah menduduki wilayah Palestina selama lima dekade, dan dalam beberapa tahun terakhir memungkinkan lonjakan pesat pembangunan pemukiman ilegal Yahudi di tanah sah milik rakyat Palestina.[IZ]