JAKARTA, (Panjimas.com) – Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mengkritisi keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme yang rencananya akan dimasukkan dalam revisi Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang terorisme. Keterlibatan TNI sebenarnya tidak perlu karena sudah diatur dalam UU TNI No. 34 tahun 2004.
“Pelibatan militer dalam RUU pemberantasan terorisme kurang tepat,” kata Al A’raf Direktur Imparsial kepada Panjimas.com, Jumat (22/09) di Kantor Imparsial, Tebet, Jaksel.
Menurutnya UU terorisme adalah Undang-undang yang mengatur tentang tatacara penegakan hukum dalam mengatasi terorisme. Sehingga yang perlu diatur dalam RUU itu adalah institusi-institusi terkait dengan penegakan hukum.
“Pelibatan militer hanya mengganggu sistem penegakan hukum penanganan terorisme itu sendiri,” ujarnya.
Pasalnya, institusi militer saat ini tidak tunduk secara penuh dalam sistem negara hukum. Sehingga militer belum dapat diadili dalam sistem peradilan umum.
Seperti diketahui, Koalisi masyarakat sipil berasal dari beberapa lembaga seperti Imparsial, KontraS, ELSAM, HRWG dan Lesperssi. [TM]