KLATEN, (Panjimas.com) – Bertempat di PPTQ Ibnu Abbas Klaten, Ustadz Budi Ashari memberikan ceramahnya tentang parenting. Adapun tema untuk kajian ialah: “Anak Kita Pemimpin Indonesia Emas 2045”.
“Menjadi pemimpin itu amanah. Dan pemimpin dalam rumah tangga itu bukan pilihan, melainkan Allah sendiri yang memilih dan melantiknya. Siapa dia? Arrijalu qowwamuna ‘alannisa’. Laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita. Itu kata Allah. Dan itu amanah. Maka sudah seniscayanya, para ayah itu menjadi pemimpin utama di rumahnya. Jangan sampai rumah kita hanya sekadar tempat tinggal kosong tanpa ada kejelasan siapa pemimpinnya.” Ujarnya Ahad, (17/9).
Namun apa yang terjadi saat ini?
Para ayah sibuk dengan kerjaannya, hingga lupa perannya memimpin rumah tangga. Di luar mereka sukses menjadi pejabat, namun di dalam rumah mereka kehilangan hakikat kebahagiaan bersama keluarganya. Hambar. Tidak ada kemesraan di dalamnya.
Padahal jika mau menilik sejarah, kisah kemesraan keluarga para Nabi bisa kita jadikan teladan.
Kisah Nabi Yakub salah satunya. Nabi Yakub as memiliki anak laki-laki 12 orang. Jumlah yang cukup banyak saya rasa, -red. Namun maasyaallah, beliau sampai hafal bau keringat putranya, Yusuf. Kita? Nama anak-anak saja sering tertukar.
Ulasan berlanjut dengan pengisahan Ustadz Budi tentang penggembala kambing. Ada seorang penggembala yang biasa menggembala ratusan kambing. Tapi maasyaallah, dia hafal segala macam suara kambingnya satu-persatu. Mana kambing yang minta makan, mana kambing yang kesakitan, mana kambing yang ingin kawin, dan seterusnya. Kita? Sebegitu jauhkah kita dengan anak-anak kita.
“Sungguh, Allah menitipkan kepemimpinan tidak dari sekolah atau lembaga. Namun justru wasiat tersebut berasal dari rumah. Dalam doa yang kita panjatkan setiap harinya, “Ya Tuhan kami, augerahkanlah kepada kami istri-istri yang shalihah, dan anugerahkanlah kepada kami anak-anak yang menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi kaum yang bertaqwa.” Ungkapnya.
Jadikanlah kami pemimpin kaum yang bertaqwa. Itulah visi kepemimpinan yang Allah wasiatkan. Dan visi tersebut, haruslah didukung oleh beberapa prasyarat, yakni: istri-istri yang shalihah dan anak-anak yang menjadi qurrota a’yun (penyejuk mata).
Maka, menjadi shalih itu keniscyaan. Agar mampu melahirkan generasi yang shalih-shalihah pula. Tidakkah kita ingat kisah Hajjar dan anaknya, Ismail? Mereka “dibuang” oleh Nabi Ibrahim di lembah Mekkah yang tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Namun beliau bertawakkal sepenuhnya, sebab ianya adalah perintah Allah, maka pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan ia dan Ismail. Dan Nabi Ismail pula tidak kalah tawakkalnya, saat ia hendak disembelih oleh ayahnya, Nabi Ibrahim. Dan inilah potret keluarga yang sukses: ayah shalih, istri shalihah, anak shalih.
“Sungguh, keshalihan itu tidak datang kebetulan. Sebaliknya, ia sesuatu yang harus diupayakan. Maka, jika kita inginkan anak-anak kita seshalih Nabi Ismail, tempalah diri kita agar menjadi setawakkal Hajjar dan setangguh Nabi Ibrahim.” Ujarnya.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling kuat di antaramu ialah orang yang paling kuat tawakkalnya.”
Apa itu tawakkal? Berpasrah diri pada Allah dengan sepenuh keyakinan. Meski orang lain berkata tidak mungkin, yakinlah Allah Maha segala Sesuatu. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak.
Ingatlah kembali kisah Nabi Zakaria. Beliau sudah tua renta dan istrinya pun mandul. Namun beliau tetap yakin meminta keturunan yang baik kepada Allah. Hingga akhirnya Allah benar-benar karuniakan kepada beliau anak, yang kemudian di kelak kemudian hari pula menjadi pemimpin di muka bumi. Maasyaallah.
Sekali lagi, surat An-Nisa’ ayat 34 adalah amanah Allah yang harus kita jalankan sebaik-baiknya. Laki-laki hendaknya menjadi pemimpin bagi keluarganya. Menjadi teladan yang baik untuk anak-istrinya. Dan itulah asbab dari Allah demi kebaikan. Sebab jika ayat ini tidak dijalankan, ayat berikutnya (An-Nisa’ 35) yang akan berlaku. Na’udzubillah.
Mengikuti kajian Ustadz Budi Ashari, berasa ditampar pipi kanan-kiri. Betapa selama ini kita menyepelekan pendidikan di dalam rumah tangga. Banyak di antara kita yang merasa cukup dengan hanya mengandalkan pendidikan di sekolah. Banyak pula di antara kita yang salah dalam pendidikan ke anak.
Kajian pun ditutup dengan doa untuk para pemimpin Indonesia oleh Ustadz Mu’inuddinillah Basri selaku Pimpinan PPTQ Ibnu Abbas . Kata beliau, “Ya Allah, jika ada yang menginginkan kehancuran negeri ini, maka binasakanlah ia. Binasakan ia dari negeri ini. Jauhkanlah kami dari orang-orang yang hendak memfitnah kaum Muslimin negeri ini, memfitnah para ulama kami. Dan bagi siapa saja yang menginginkan keutuhan negeri ini dan ummat Islam, maka teguhkanlah kedudukannya.” Dan doa beliau diaminkan oleh para peserta kajian diiringi isak tangis yang meruah. [RN]