JAKARTA, (Panjimas.com) – 20 jemaah Ahmadiyah menjadi Pemohon uji materil Pasal 1, 2 dan 3 UU NO. 1/PNPS/1966 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama terhadap Pasal 28C (2), Pasal 28D (1) UUD NRI 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Alasan mereka adalah selalu mendapat diskriminasi perlakuan berupa pelarangan ibadah di masjid-masjid mereka sendiri (Ahmadiyah). Dalam permohonannya mereka meminta penafsiran atas Pasal 1, 2 dan 3 UU Nomor 1/PNPS/1965 tidak membatasi pada aktivitas ibadah mereka secara internal dengan tidak bergabung bersama ummat muslim umumnya (non Ahmadiyah). Ummat muslim non Ahmadiyah dalam keyakinan ajaran mereka adalah menyimpang atau kafir, karenanya mereka menginginkan ibadah secara khusus di masjid-masjid Ahmadiyah.” Ungkap Abdullah Al Katiri. Jumat, (15/9).
Terkait hal itu, Pimpinan Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengajukan diri sebagai pihak terkait (secara langsung dan tidak langsung) atas permohonan uji materil oleh Ahmadiyah, karena DDII sebagai lembaga dakwah bertanggung jawab atas pembelaan aqidah islamiyah yang lurus sesuai ketentuan Al Quran dan Sunnah.
“Permohonan uji materil agar ajaran Ahmadiyah bisa bebas dilakukan merupakan upaya untuk pengrusakan aqidah islamiyah, karena dalam ajaran Ahmadiyah meyakini adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW, yakni nabi Mirza Ghulam Ahmad.” Tambahnya.
Keyakinan tersebut adalah sesat dan menyesatkan, sebagaimana fatwa MUI nomor 05/Kep./MUNAS II/MUI/1980 yang berbunyi “Ahmadiyah adalah jamaay di luar Islam, sesat dan menyesatkan…” dan SKB 3 Menteri tahun 2008.
DDII melalui Tim Advokasi DDII yang dikoordinatori oleh Abdullah Al Katiri menyampaikan bahwa pasal-pasal yang diuji sebenarnya telah diujikan oleh MK, karena itu permohonan Ahmadiyah tidak dapat diperiksa lebih lanjut. Ahmadiyah seharusnya membaca yurisprudensi MK tersebut terkait pasal dalam UU Penodaan Agama, MK pun dapat memutuskan tidak dapat memeriksa permohonan dari Ahmadiyah.
Alkatiri juga menegaskan “Ahmadiyah ini telah merusak kesucian Al Quran dengan merubah isinya, ini adalah bentuk penistaan atas agama Islam, karena itu Ahmadiyah tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan uji materil ini”. [RN]